ARTICLE AD BOX
-
-
Berita
-
Politik
Jumat, 25 April 2025 - 08:17 WIB
Jakarta, detikai.com - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengevaluasi keberadaan organisasi masyarakat (ormas) nan meresahkan dan mengganggu masyarakat.
Menurut dia, ormas-ormas nan meresahkan itu kelau perlu bisa dibubarkan sebagai corak hukuman. Ia bilang aktivitas ormas jangan sampai mengganggu ketenangan masyarakat.
“Kalau kebebasan berserikat dan berkumpul kita itu mengganggu persatuan, membikin ketidakadilan, apalagi bertindak secara perihal nan terjadi dengan prikemanusiaan, Kemendagri kudu mengevaluasi organisasi berkumpul ini,” kata Aria kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, dikutip Jumat, 25 April 2025.
“Dan jika perlu di-punishment, ialah pembubaran,” lanjut politikus PDIP itu.
Politisi PDIP, Aria Bima
Photo :
- detikai.com.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Kemudian, dia pun menyinggung ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI) nan dibubarkan oleh pemerintah.
“Mereka melakukan beragam perihal nan menyangkut aktivitas intoleransi, nan mengganggu kebhinekaan kita,” ujar Aria.
Maka dari itu, Aria mengusulkan Kemendagri bertindak tegas dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas untuk mengevaluasi ormas-ormas tersebut.
“Soal pertahanan, soal keamanan, kita sudah punya aparat. Jangan ada organisasi-organisasi nan merasa mempunyai kewenangan untuk mempenetrasi ataupun membikin keonaran nan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa,” tutur dia.
Dia mengingatkan RI adalah negara kerakyatan nan mempunyai hukum. Semua penduduk wajib alim norma tanpa pengecualian.
“Ini negara nan sudah diatur dengan sistem demokrasi. Semua kudu dilihat dari langkah pandang kita itu sebagai penduduk negara adalah alim hukum," kata Aria.
"Dan, undang-undang keormasan itu sudah kita buat dan kita tetapkan, termasuk di dalam pembentukannya dan pembubarannya,” ujar Aria.
Halaman Selanjutnya
Maka dari itu, Aria mengusulkan Kemendagri bertindak tegas dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas untuk mengevaluasi ormas-ormas tersebut.