ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Pedagang alias pelapak di lahan BMKG yang diduduki GRIB Jaya di Pondok Betung, Tangerang Selatan, Banten curhat kepada polisi soal biaya nan mereka setor untuk buka upaya di sana.
Dua pelapak di lahan sekitar 12 hektare itu mengaku tidak tahu tanah lapak nan disewanya ke ormas GRIB merupakan milik BMKG.
Darmaji, pemilik lapak sea food di lahan tersebut mengaku sudah berbisnis di sana sekitar lima bulan. Lainnya adalah, Ina Wahyuningsih yang membuka lapak jual hewan kurban untuk Iduladha di lahan tersebut sejak 10 Mei lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat berbincang dengan Kapolres Tangerang Selatan AKBP Victor Inkiriwang, Ina mengaku menyetor duit hingga Rp22 juta ke ormas GRIB Jaya Tangsel untuk bisa melapak di sana.
Ia juga bercerita awal mula menyewa lapak kepada GRIB. Dia mengakui memang sedang mencari lahan kosong untuk berdagang hewan kurban. Ina pun mengaku mengenali seorang personil GRIB dan tahu ada lahan kosong nan diduduki ormas itu.
"Dan saya lihat lahan ini kan ada kosong, saya bertanya lah sama mereka," ucap Ina menjawab pertanyaan Kapolres, Sabtu (24/5).
"Siapa?" tanya Victor.
"Keke sama Bang Jamal," sambung Ina.
"Sebagai apa?" timpal Victor.
"Bang Jamal itu sekjen dari GRIB, kalau Keke Ketua Ranting dari GRIB. Saya bertanya, 'bisa enggak kita pakai lahan ini? Terus saya kudu hubungin siapa?' Terus Ketua Keke bilang, 'Saya telepon dulu ya Mpok, Ketua Yani.' Waktu itu saya juga enggak kenal sama Ketua Yani," jelas Ina.
"Akhirnya telepon dan kita janjian, dan Ketua Yani ACC, dia bilang 'enggak apa-apa. 'Pak, kondusif nih, Pakk?'. Ini punya siapa?', 'Aman Bu, ini kekuasaan kita lah'. Maksudnya bahasanya itu mahir waris. Disuruh kita nan nunggu, jika kondusif ya sudah," cerita Ina kepada Victor.
Setelah dirasa oke, Ina dan Yani pun bermusyawarah untuk pemakaian lahan itu. Ina mengaku biasanya sewa lahan Rp10 juta hingga hari lebaran haji tiba.
"Satu lahan itu untuk sampai kelar. Tapi kan kita selalu ada koordinasi sama RT, RW, Lurah, Babinsa semuanya, itu kan perlu uang. Akhirnya Ketua Yani mengusulkan 'Gimana kalo include aja. Ibu enggak tahu-menahu soal RT-RW semuanya' mereka nan urus include minta Rp25 [juta]... Akhirnya saya negosiasi setelah saya negosiasi deal-lah di nomor 22 [Rp22 juta]," kata Ina.
"(Uang) 22 juta itu dengan bahasa mereka mau, semua koordinasi tentang semuanya lah di dalamnya ini, termasuk semuanya include lah, akhirnya saya setuju. Saya bilang saya lunasin setelah sapi turun," sambungnya.
Sementara itu, Darmaji mengaku bisa melapak di sana berasal dari tawaran Ketua RT di lingkungannya untuk berbisnis di lahan tersebut. Kemudian dia mengaku 'menyetor' sewa bulanan untuk mendapat akses berdagang di sana.
"Tadinya ditawarin sama RT ada lapak di sini," kata Darmaji saat ditanya Victor di sela-sela penertiban lahan.
"Buka lapak di sini? Izinnya dari? Pak RT? Ada iuran?" tanya Victor.
"Enggak ada, sewa bulanan aja," jawab Darmaji.
"Diserahkan ke siapa sewa bulanannya?," kata Victor.
"Ditransfer, Pak," sambung Darmaji.
"Namanya?" tanya Victor lagi.
"Pak Yani," ucap Darmaji.
"Siapa Pak Yani?," tukas Victor.
"Ketua GRIB," jawab Darmaji.
Selama lima bulan buka lapak, Darmaji mengaku rutin menyetor duit sewa. Uang itu dikirim lewat transfer bank ke rekening Ketua GRIB Kota Tangsel Yani Tuanaya.
"(Uang sewa) Rp3,5 juta," kata Darmaji
Sejak membuka lapaknya di sana, Darmaji tidak mendapat penjelasan mengenai masalah alias siapa pemilik lahan tersebut. Dia hanya memberi duit sewa keperluan lapak untuk keamanan hingga biaya listrik.
"Iya, duit sewa dan listrik," ucap Darmaji saat ditanya apakah Rp3,5 juta itu untuk keamanan hingga biaya listrik.
Kini, Darmaji harus membongkar lapaknya dan pindah ke tempat lain. Namun, Ina mendapat keringanan untuk tetap di sana sampai hari raya Iduladha tiba.
Baca buletin lengkapnya di sini.
(kid/gil)
[Gambas:Video CNN]