ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Para pengguna narkoba turut menjadi sasaran penangkapan abdi negara penegak norma dalam kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia.
Namun, teranyar Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Marthinus Hukom melarang anggotanya untuk menangkap pengguna narkoba, termasuk dari kalangan artis.
Marthinus menerangkan berasas ketentuan Undang-undang Narkotika, pengguna narkoba kudu menjalani rehabilitasi bukan pidana.
"Lho kan begini, jangankan artis, semua pengguna (narkoba) saya larang untuk ditangkap. Karena rezim Undang-undang kita mengatakan bahwa dibawa ke rehabilitasi," kata Marthinus usai memberikan kuliah umum di Universitas Udayana, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (15/7).
Proses norma terhadap para pengguna narkoba ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Meski hanya sebagai pengguna narkoba, namun mereka tetap kudu menjalani proses hukum. Mulai dari penyidikan, asesmen hingga proses persidangan.
Usai penangkapan, abdi negara penegak norma tentunya bakal melakukan proses penyelidikan dan investigasi terhadap pelaku.
Dalam pelaksanaannya, turut dilakukan asesmen terhadap pengguna narkoba untuk kepentingan proses rehabilitasi. Asesmen ini dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu.
Tim tersebut terdiri dari tim master nan meliputi master dan psikolog serta tim norma nan terdiri dari unsur Polri, BNN, Kejaksaan dan Kemenkumham.
Proses rehabilitasi pengguna narkoba itu diatur dalam Peraturan Bersama Tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi.
Peraturan itu diteken oleh Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung, Kapolri serta Kepala BNN.
Asesmen tersebut dilakukan untuk menentukan apakah pengguna alias pelaku layak mendapatkan rehabilitasi alias tidak.
Nantinya, hasil asesmen itu bakal diserahkan ke jaksa dan pengadil untuk keperluan proses persidangan.
Peluang seorang pengguna narkoba mendapat rehabilitasi turut diatur dalam Pasal 103 UU 35/2009.
Pada Pasal 103 ayat 1 huruf a disebut pengadil nan memeriksa perkara pecandu narkotika dapat memutus untuk memerintahkan nan berkepentingan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.
Lalu, Pasal 103 ayat 2 menyebut pengadil dapat memerintahkan nan berkepentingan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu nakotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.
Namun, Pasal 127 ayat 1 UU Narkotika juga mengatur soal ancaman pidana bagi para pengguna narkoba. Ancaman balasan itu mulai dari satu tahun penjara hingga empat tahun penjara, tergantung pada golongan narkoba nan disita.
Pada Pasal 127 ayat 2 diatur bahwa dalam memutus perkara, pengadil wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103 tentang rehabilitasi.
Kemudian, pada Pasal 127 ayat 3 patokan itu, juga diatur jika pelaku terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkoba, maka wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Dengan demikian, rehabilitasi terhadap seorang pengguna bakal ditentukan oleh pengadil saat proses persidangan. Sebab, jika ditemukan ada indikasi pengguna tersebut juga menjadi pengedar, maka bakal ada balasan pidana nan diberikan.
(dis/isn)
[Gambas:Video CNN]