Awal Mula Wanita Ini Kena Penyakit Ginjal Kronis, Gejalanya Terlihat Dari Urine

Sedang Trending 10 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Diperkirakan 7,2 juta orang di Inggris hidup dengan penyakit ginjal kronis, dan ini adalah kondisi nan memengaruhi orang dari semua lapisan masyarakat. Kondisi tersebut juga dialami oleh Hafsa Begum, seorang wanita asal Bradford, Inggris, nan baru menyadari menderita penyakit tersebut setelah muncul indikasi nan terlihat pada urinenya.

Gejala awal muncul saat Hafsa sedang bekerja. Ia merasakan adanya darah dalam urine, nyeri di pinggang, serta jantung nan berdebar-debar.

Menyadari ada nan tak beres pada kondisinya, dia segera pergi ke master untuk memeriksakan diri pada Mei 2023. Dokter menyarankannya untuk menjalani tes darah, nan hasilnya menunjukkan penurunan drastis pada kegunaan ginjalnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ibu tiga anak itu kemudian dirawat di rumah sakit untuk menjalani beragam pemeriksaan, termasuk CT Scan dan biopsi.

"Sementara master mencoba mencari tahu apa nan menyebabkan perihal ini terjadi. Itu sangat menakutkan," katanya, dikutip dari Kidney Research UK.

Hasil pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan bahwa Hafsa menderita trombosis ginjal, ialah kondisi ketika gumpalan darah terbentuk di salah satu pembuluh darah nan bekerja menyaring darah dari ginjal. Akibatnya, dia mengalami Acute Kidney Injury (AKI) alias cedera ginjal akut.

Dokter saat itu sukses menstabilkan kegunaan ginjal Hafsa hingga 19 persen dan memulangkannya dari rumah sakit.

Kondisi Semakin Memburuk pada Awal Tahun 2024

Pada awal tahun 2024, kondisinya kembali memburuk. Hafsa apalagi mengalami indikasi lain seperti muntah, mual, kehilangan nafsu makan, hingga penurunan berat badan. Gejala-gejala tersebut menjadi tanda bahwa Hafsa menderita penyakit ginjal kronis.

Pada Maret 2024, ginjalnya kandas berfungsi, sehingga dialisis alias cuci darah menjadi prosedur krusial untuk mempertahankan hidupnya. Selama setahun terakhir, Hafsa menjalani dialisis tiga kali seminggu di rumah sakit, dengan setiap sesi berjalan selama tiga separuh jam.

Dialisis bakal terus menjadi satu-satunya pilihan bagi Hafsa sampai dia menerima transplantasi ginjal nan dapat mengubah hidupnya.

NEXT: Pengakuan Hafsa Setelah Cuci Darah alias Dialisis

Hafsa mengungkapkan bahwa tim perawatan kesehatannya telah berulang kali menyesuaikan metode pengobatan, tetapi tubuhnya tetap susah beradaptasi. Setiap kali pulang dari sesi dialisis, dia merasakan beragam indikasi seperti tekanan darah tinggi, pusing, kepala terasa ringan, lelah, dan telinga berdenging. Tubuhnya terasa sangat kedinginan hingga tak bisa berakhir membeku. Rasa nyeri nan terus-menerus menyerang tulang dan ototnya membuatnya susah untuk tidur nyenyak.

Sebagai seorang ibu dan perawat, Hafsa terbiasa menjalani kehidupan nan aktif. Namun, sekarang dia kudu kehilangan tiga hari dalam seminggu hanya untuk menjalani dialisis, waktu nan semestinya bisa dia habiskan berbareng orang-orang terkasih.

Selain itu, dia kudu menghadapi beragam batasan, mulai dari makanan dan minuman nan boleh dikonsumsi hingga tempat nan dapat dia kunjungi. Menjalani dialisis juga membikin kesulitan menikmati aktivitas family dan liburan seperti dulu.

"Saya butuh konseling untuk mengelola semua perubahan dan akibat pada hidup saya. Hal itu terlalu berat bagi saya secara emosional dan mental," ucap Hafsa.

Ia juga merasa ada ketidakadilan dalam kondisi nan dialaminya. Jika dia mempunyai pola makan nan buruk, style hidup tidak sehat, alias riwayat penyakit nan mendasarinya, mungkin dia bisa lebih menerima realita ini. Namun, menurutnya, dia tidak mempunyai faktor-faktor akibat tersebut, sehingga susah baginya untuk memahami kenapa penyakit ini kudu menimpanya.

Kini, Hafsa tidak lagi bisa bekerja dalam waktu nan panjang seperti dulu lantaran kaki dan pergelangan kakinya sering mengalami pembengkakan. Meski begitu, dia tetap bekerja paruh waktu di hari-hari tanpa dialisis demi memenuhi kebutuhan finansial keluarganya.

"Ini krusial bagi saya secara mental lantaran saya mencintai pekerjaan saya. Mampu merawat pasien mengalihkan pikiran saya dari kondisi saya sendiri sampai hari berikutnya, saat saya menjadi pasien lagi," ucapnya.

Selengkapnya