ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Departemen Kehakiman Amerika Serikat diam-diam memutuskan keluar dari golongan multinasional nan dibentuk guna menyelidiki Presiden Rusia Vladimir Putin atas invasinya ke Ukraina.
Sumber nan mengetahui perihal tersebut mengatakan AS telah memberi tahu para pejabat Eropa bahwa pihaknya menarik diri dari Pusat Penuntutan Internasional untuk Kejahatan Agresi terhadap Ukraina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok itu dibentuk untuk meminta pertanggungjawaban para pemimpin nan terlibat atas invasi Rusia ke Ukraina. Mereka nan masuk dalam daftar investigasi ialah Putin, pejabat Belarusia, pejabat Korea Utara, dan pejabat Iran.
Menurut sumber, keputusan penarikan diri ini bakal diumumkan pada Senin (17/3) dalam sebuah email kepada staf dan organisasi induk golongan itu, Unit Kerja Hukum Peradilan Uni Eropa alias nan dikenal Eurojust.
AS adalah satu-satunya negara di luar Eropa nan tergabung dalam golongan tersebut.
Juru bicara Departemen Kehakiman AS sejauh ini belum memberikan tanggapan.
Selain keluar dari golongan tersebut, AS juga disebut mengurangi keahlian Tim Akuntabilitas Kejahatan Perang di Departemen Kehakiman nan dibentuk pada 2022 oleh jaksa agung saat itu, Merrick B. Garland.
Tim ini dimaksudkan untuk mengoordinasikan upaya Departemen dalam meminta pertanggungjawaban Rusia atas kekejaman nan dilakukan ke Ukraina.
Selama masa pemerintahan eks Presiden Joe Biden, tim nan dikenal sebagai WarCAT ini berfokus pada menyediakan support logistik, pelatihan, hingga support langsung untuk jaksa penuntut dan penegak norma Ukraina nan kewalahan dalam mengusulkan tuntutan kejahatan perang Rusia ke pengadilan Ukraina.
Pada Desember 2023, jaksa penuntut AS melalui tim ini menggunakan undang-undang kejahatan perang untuk pertama kalinya dalam nyaris 30 tahun guna mendakwa empat tentara Rusia secara in absentia lantaran menyiksa seorang penduduk AS nan tinggal di Kherson.
Keputusan AS untuk keluar dari golongan ini sendiri diambil di tengah sikap AS belakangan nan melunak pada Rusia demi menyudahi perang negara itu dengan Ukraina.
Kendati begitu, sikap lunak ini justru tak ditujukan pada Ukraina, nan notabene sekutu AS. Di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, AS malah kembali badan dari Kyiv, termasuk dengan 'menyerang' Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Trump dan wakilnya, JD Vance, sempat terlibat adu mulut dengan Zelensky saat berjumpa di Oval Office pada 28 Februari lalu. Pertemuan resmi nan disiarkan oleh beragam media dunia itu berubah menjadi cekcok panas, di mana Trump dan Vance menuding Zelensky tak berterima kasih dan hanya mau memperpanjang perang.
Pada kesempatan nan lain, Trump apalagi secara keliru menyebut Ukraina sebagai pihak nan memprovokasi Rusia sehingga invasi pecah.
Sejak kampanye, Trump memang berulang kali mengaku bahwa dia punya hubungan baik dengan Putin. Hal itu dia tunjukkan ketika bertelepon langsung dengan Putin pada 12 Februari lampau untuk membicarakan perang di Ukraina.
Pada Selasa (18/3) esok, Trump juga telah menjadwalkan untuk bicara dengan Putin mengenai proposal gencatan senjata nan diusulkan AS di Ukraina.
(isa/bac)
[Gambas:Video CNN]