ARTICLE AD BOX
tim | detikai.com
Rabu, 22 Jan 2025 09:46 WIB

Jakarta, detikai.com --
Donald Trump resmi menjadi Presiden Amerika Serikat usai dilantik di Capitol Hill, Washington DC, pada Senin (20/1) waktu setempat.
Sejak masa kampanye, Trump sesumbar bakal menyelesaikan perang Rusia-Ukraina, hingga menyetop agresi Israel di Palestina.
Rusia dan Ukraina bertempur sejak Februari 2022. Hingga sekarang tak ada proposal perdamaian nan diterima kedua pihak meski banyak negara nan mengajukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak awal invasi pula, Rusia dan Ukraina belum pernah gencatan senjata. Upaya negosiasi mereka selalu buntu.
Di era pertama Trump menjadi presiden pada 2017-2021, dia konsentrasi urusan internal AS dan tidak cawe-cawe negara lain, sehingga meminimalisir konflik area semakin memburuk.
Lantas di periode kedua jabatannya sebagai Presiden AS, apakah perang bakal mereda di bawah Trump?
Pengamat hubungan internasional sekaligus pengajar Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Sya'roni Rofii, mengatakan ada potensi bentrok "sementara mereda".
"Terkait kebijakan Trump dalam perang Ukraina-Rusia, menurut saya potensi untuk mengakhiri perang tersebut ada," ujar Sya'roni kepada CNNIndonesia.com, Jumat (17/1).
Menurut Sya'roni, Trump punya pendekatan politik nan pragmatis dan condong taktis, nan bisa ikut meredakan konflik.
Kedekatan dia dengan Presiden Rusia Vladimir Putin juga menjadi modal untuk bisa mengakhiri bentrok nan sedang berlangsung.
Namun, peneliti Senior di Program Keamanan Internasional Lowy Institute, Mick Ryan, mengatakan Trump bisa saja berbeda arah dengan Putin.
"Jika Trump tak bisa mencapai solusi sigap dalam perang Ukraina, dia bisa berbalik melawan Putin dan meningkatkan support AS untuk Ukraina," ungkap Ryan.
Rusia sebelumnya menyatakan rencana perdamaian nan diusulkan pemerintahan Trump kudu mencerminkan realita di lapangan. Putin juga siap berunding.
Ryan juga menyoroti potensi sikap Ukraina. Jika Trump memaksa pemerintahan Volodymyr Zelensky untuk gencatan senjata nan tak berkelanjutan, negara itu bakal memilih terus berjuang tanpa support AS.
Ukraina, lanjut dia, sadar betul apa nan mereka pertaruhkan jika kalah dalam perang dengan Rusia.
Lanjut ke sebelah...