Akademisi: Butuh Undang-undang Yang Mengatur Penggunaan Ai

Sedang Trending 9 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta Artificial Intelligence alias AI telah menjadi kebutuhan maupun jagoan masyarakat untuk membikin konten alias segala sesuatu nan berbau teknologi. Lalu, gimana soal pengaturannya agar tak disalahgunakan?

Sebab belakangan banyak ditemukan kecenderungan penyalahgunaan AI. Sebagai contoh, baru-baru ini muncul sebuah konten 'Hari Pertama di Neraka' nan merupakan buatan AI. Konten tersebut pun ramai dibicarakan hingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Adhyaksa Tangerang, Muhammad Arbani, mengatakan, konten-konten AI dikhawatirkan dapat memecah belah bangsa.

"Namun gimana konten AI nan mempunyai tujuan untuk memecah belah bangsa alias polarisasi serta konten nan menyebarkan info hoax alias post truth. Hingga saat ini, AI bisa membikin narasi, mengikuti mimik muka apalagi bunyi orang hingga bisa dibilang identik," ujar Arbani.

Arbani juga menegaskan, sudah banyak masyarakat nan menjadi korban dari AI. "Dan banyak masyarakat khususnya dalam usia rentan umur 50an ke atas menjadi korban dari penipuan AI dan Augmented Reality (AR) nan dikenal dengan deepfake," ujar Arbani.

Untuk itu, perlu adanya undang-undang nan mengatur mengenai AI dan AR. Sebab, lanjutnya, jika merujuk kepada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE beserta perubahannya, sudah bisa dibilang outdated dan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial tidak lagi bisa dikatakan relevan dengan segala polemik nan ada mengenai konten AI saat ini.

"Belum ada undang-undang nan secara riil mengatur tentang AI dan AR, mulai dari nilai ekonomisnya (hak cipta) sampai dengan pidana. Kita memerlukan itu," kata Arbani.

Melihat Wajah Pahlawan dengan Bantuan AI: Gajah Mada, Cut Nyak Dien, Raden Ajeng Kartini

Selengkapnya