ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menepis adanya dugaan pelanggaran kartel suku kembang di kalangan pelaku upaya pinjaman online (pinjol) nan tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023 nan ditujukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Untuk diketahui, dugaan kasus ini bakal disidangkan dalam Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan dalam waktu dekat.
"Tuduhan KPPU itu kan terjadinya kartel, alias kesepakatan nilai antara pelaku industri itu memang tidak terjadi," kata Sekjen AFPI Ronald Andi Kasim di Jakarta, Rabu (14/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ronald menjelaskan kesepakatan suku kembang sebesar 0,8% per hari pada periode tersebut tidak didapatkan dari hasil kongkalikong antara para pelaku industri. Ia menjelaskan kesepakatan tersebut lantaran didasari adanya praktik terlarangan pinjol terlarangan nan dinilai merugikan para pelaku industri.
Kesepakatan tersebut, kata Ronald juga didapatkan dari hasil obrolan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia mengatakan perihal ini juga lantaran belum adanya patokan dari OJK mengenai suku kembang tersebut.
"Jadi, pada saat itu, bukan para pelaku ini ngumpul, misalnya di ruangan ini, terus kita sepakat yuk, membatas maksimumnya berapa. Tidak seperti itu dan dinamika nan terjadi pada saat itu adalah, kita memang betul-betul sangat merasa dirugikan dengan praktik-praktik nan dilakukan oleh pinjol ilegal," katanya.
Ronald menambahkan, kembang nan ditentukan secara perseorangan oleh masing-masing platform berasas risiko, jenis pinjaman (Multiguna, Produktif, alias Syariah), serta kesepakatan antara pemberi pinjaman (lender) dan peminjam (borrower).
"Jadi tidak ada paksaan nilai seragam dalam praktik industri," katanya.
Meski begitu, Ronald menyampaikan pelaku industri nan tergabung dalam AFPI bermufakat untuk menghormati dan mengikuti proses nan sedang berjalan.
"Jadi, kita pertama menghargai apa nan KPPU sedang selidiki, dan kami sepakat, di asosiasi dan juga teman-teman industri, untuk nan mengikuti prosesnya," katanya.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera menyidangkan dugaan pelanggaran kartel suku kembang di industri pinjaman online (pinjol) dalam Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan nan bakal dilaksanakan dalam waktu dekat.
Langkah ini menandai eskalasi serius atas temuan indikasi pengaturan kembang secara kolektif di kalangan pelaku upaya pinjaman berbasis teknologi. Penyelidikan KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Kami menemukan adanya pengaturan berbareng mengenai tingkat kembang di kalangan pelaku upaya nan tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kejuaraan dan merugikan konsumen," kata Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa, dalam keterangan tertulis, Rabu (30/4/2025).
Sebanyak 97 penyelenggara jasa pinjaman online nan ditetapkan sebagai Terlapor diduga menetapkan plafon kembang harian nan tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) nan dibuat asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Ditemukan mereka menetapkan tingkat kembang pinjaman (yang meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya) nan tidak boleh melampaui suku kembang flat 0,8 % per hari, nan dihitung dari jumlah aktual pinjaman nan diterima oleh penerima pinjaman nan kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4% per hari pada tahun 2021.
Dalam melakukan penyelidikan, KPPU telah mendalami model bisnis, struktur pasar, hingga pola keterkaitan antar pelaku di industri pinjol. Model upaya pinjaman online di Indonesia kebanyakan menggunakan pola Peer-to-Peer (P2P) Lending, menghubungkan pemberi dan penerima pinjaman melalui platform digital.
Berdasarkan izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seluruh penyelenggara wajib terdaftar dan menjadi personil asosiasi nan ditunjuk, ialah AFPI. Namun, struktur pasar menunjukkan cukup tingkat konsentrasi tinggi. Per Juli 2023, terdapat 97 penyelenggara aktif, dengan kekuasaan pasar terpusat pada beberapa pemain utama, antara lain: KreditPintar (13% pangsa pasar), Asetku (11%), Modalku (9%), KrediFazz (7%), EasyCash (6%), dan AdaKami (5%).
Sisanya tersebar pada pemain-pemain dengan pangsa minor. Konsentrasi pasar diduga semakin kuat dengan adanya hubungan kepemilikan alias hubungan mereka dengan platform e-commerce.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemberkasan, KPPU melalui Rapat Komisi tanggal 25 April 2025 memutuskan untuk meningkatkan kasus ini ke tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan.
Agenda sidang ini bermaksud menyampaikan dan menguji validitas temuan, serta membuka ruang pembuktian lebih lanjut. Jika terbukti melanggar, para pelaku upaya dapat dikenakan hukuman administratif berupa denda hingga 50% dari untung dari pelanggaran alias hingga 10% dari penjualan di pasar berkepentingan dan selama periode pelanggaran.
(kil/kil)