ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Kemacetan parah sempat terjadi di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara, arah Pelabuhan Tanjung Priok pada Kamis pagi 18 April 2025. Sejumlah pihak pun angkat bicara.
Salah satunya respons Pengamat Maritim dari IKAL Strategic Center (ISC) Capt. Marcellus Hakeng. Dia menilai, kemacetan nan terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok usai libur Idul Fitri 2025 menjadi tanda adanya persoalan besar dalam sistem logistik nasional Indonesia.
Menurut Hekeng, peningkatan volume kendaraan ini tidak diimbangi dengan manajemen arus masuk nan adaptif dan efisien.
"Ini lebih dari sekadar kemacetan musiman. Ini adalah sinyal kegentingan sistem logistik nasional nan memerlukan perhatian serius. Tata kelola pelabuhan kudu beralih bentuk menjadi sistem nan prediktif dan berbasis info agar dapat mengantisipasi beragam persoalan nan timbul," ujar Hakeng dalam keterangan nan diterima, Jumat 18 April 2025.
Kemudian, Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mencoba mengurai akar masalah macet parah di area Tanjung Priok tersebut. Menurutnya, ada beberapa akses logistik ke Pelabuhan Tanjung Priok, hanya saja, akses jalan raya nan paling dilirik dari kemudahan dan biaya.
"Menggunakan jalan rel, lebih mahal daripada jalan raya. Menggunakan jalan rel, mahal, disebabkan menggunakan BBM non subsidi, tetap dikenakan PPN 11 persen dan dikenakan track access charge (TAC)," ungkap Djoko dalam keterangannya, Sabtu 19 April 2025.
Sementara, Suku Dinas Perhubungan (Sudinhub) Jakarta Utara telah mengantisipasi potensi kemacetan di Pelabuhan Tanjung Priok akibat menumpuknya peralatan impor selama masa libur Idul Fitri.
"Kami cemas bakal terjadi antrean panjang lantaran peralatan impor nan menumpuk dan tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok saat libur," kata Kepala Sudinhub Jakarta Utara, Hendrico Tampubolon.
Gubernur Jakarta Pramono Anung pun meminta maaf kepada seluruh masyarakat atas terjadinya kemacetan di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
"Saya mau menyampaikan bahwa peristiwa ini sungguh membikin saya resah. Untuk itu, secara khusus, saya mau menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya,' kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Sabtu 19 April 2025 seperti dilansir Antara.
Berikut sederet respons sejumlah pihak mengenai kemacetan parah di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara, arah Pelabuhan Tanjung Priok pada Kamis pagi 18 April 2025 dihimpun Tim News detikai.com:
Gubernur Jakarta, Pramono Anung meminta maaf kepada masyarakat mengenai kemacetan nan terjadi di area pelabuhan petikemas Tanjung Priok. Kerugian akibat kemacetan ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.
1. Pakar Sebut Tanda Sistem Logistik Bermasalah
Pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC) Capt. Marcellus Hakeng menilai, kemacetan nan terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok usai libur Idul Fitri 2025 menjadi tanda adanya persoalan besar dalam sistem logistik nasional Indonesia.
Menurutnya, peningkatan volume kendaraan ini tidak diimbangi dengan manajemen arus masuk nan adaptif dan efisien.
"Ini lebih dari sekadar kemacetan musiman. Ini adalah sinyal kegentingan sistem logistik nasional nan memerlukan perhatian serius. Tata kelola pelabuhan kudu beralih bentuk menjadi sistem nan prediktif dan berbasis info agar dapat mengantisipasi beragam persoalan nan timbul,” ujar Hakeng dalam keterangan nan diterima, Jumat 18 April 2025.
Berdasarkan info terbaru aktivitas peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok pada kuartal pertama tahun 2025 tercatat mencapai 1,88 juta TEUs, nan mengalami kenaikan sebesar 7,2% dibandingkan periode nan sama pada tahun sebelumnya.
"Dari jumlah tersebut, sekitar 1,3 juta TEUs berasal dari aktivitas ekspor-impor, sementara sisanya berasal dari aktivitas domestik," ungkapnya.
Hakeng mengatakan bahwa meskipun ada peningkatan volume nan signifikan, sistem penerimaan dan pengeluaran kontainer di pelabuhan ini belum memadai untuk menangani lonjakan tersebut.
"Salah satu masalah utama, adalah ketidakakuratan dalam sistem stacking di container yard, nan menyebabkan waktu sandar kapal menjadi lebih lama dan mengarah pada penumpukan dan antrean panjang truk logistik nan keluar dari pelabuhan," tegasnya.
Menurutnya, meskipun Pelindo sudah menerapkan sejumlah sistem seperti Terminal Operating System (TOS), autogate, dan agenda gate pass berbasis waktu, penerapan sistem-sistem ini tetap terbentur pada masalah rendahnya tingkat kepatuhan dari operator logistik
Selain itu, kurangnya integrasi info nan efektif antara pelabuhan, penyedia jasa truk, dan pengelola lampau lintas. Sistem-sistem nan telah diterapkan pun, kata dia, belum bisa mengatasi masalah antrean nan terjadi, nan mengindikasikan bahwa persoalan ini lebih kompleks daripada hanya sekadar pengelolaan waktu masuk dan keluar kendaraan.
Lebih lanjut, Hakeng menegaskan bahwa perlu dilakukannya kajian pengembangan digital twin pelabuhan untuk melakukan simulasi beban harian pelabuhan-pelabuhan di Indonesia.
"Serta, peningkatan koordinasi nan lebih erat antara Pelindo, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas), dan asosiasi logistik," ucap Hakeng.
Menurutnya, jika Indonesia mau menjadi poros maritim dunia, maka sektor logistik, khususnya pelabuhan-pelabuhan utama seperti Tanjung Priok, kudu dikelola dengan lebih baik dan efisien.
"Kita kudu beranjak dari paradigma reaktif nan hanya menanggulangi masalah setelah terjadi, menuju strategi logistik nasional nan prediktif dan resilience. Jika kita tidak bisa mengelola Tanjung Priok dengan baik, maka angan untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim bumi bakal sangat susah tercapai," kata Hakeng.
Ia mengingatkan bahwa kemacetan nan terjadi di Tanjung Priok itu kudu menjadi titik kembali untuk mewujudkan sistem logistik nan lebih modern, efisien, dan dapat diandalkan dalam menghadapi tantangan logistik baik di level nasional maupun internasional.
"Dalam jangka panjang, langkah-langkah ini diharapkan dapat menciptakan sistem logistik nan lebih tangguh, bisa menghadapi lonjakan musiman," Hakeng menandasi.
2. Pakar Sebut Perlu Benahi Tata Kelola Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok
Kemacetan panjang nan terjadi di sekitar Kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Kamis 17 April 2025, sangat mengkhawatirkan. Namun, kemacetan bukan perihal baru bagi area pelabuhan ini. Bagi pengemudi truk macet sudah jadi bagian dari hidup. Sejak Kamis malam hingga Jumat pagi, antrean kendaraan mengular 8 kilometer dari Sungai Bambu hingga gerbang Pelabuhan Tanjung Priok.
Akses menuju Pelabuhan Tanjung Priok hanya mengandalkan jalan raya. Sementara akses jalan rel sudah tidak begitu diminati, selain mahal juga tidak praktis.
Menggunakan jalan rel, lebih mahal daripada jalan raya. Menggunakan jalan rel, mahal, disebabkan menggunakan BBM non subsidi, tetap dikenakan PPN 11 persen dan dikenakan track access charge (TAC).
Moda transportasi jalan umumnya lebih murah jika digunakan untuk pikulan nan jaraknya relatif pendek, ialah kurang dari 500 km, untuk kereta api lebih kompetitif pada jarak menengah antara 500 – 1.500 km dan untuk jarak lebih dari 1.500 km moda transportasi laut bakal lebih murah (Rodrigue and Comtois, 2006).
Di laut tidak ada pedoman (guidelines) untuk menghitung kapabilitas pelabuhan (port capacity) seperti airport (airport). Pembangunan di Pelabuhan Tanjung Priok memperbesar terus kapabilitas sisi laut, namun kapabilitas sisi darat tidak dikembangkan.
Dalam kalkulasi kapabilitas kudu dimasukkan kesiapan tempat parkir truk, toilet dan lain-lain. Kapasitas nan paling mini alias minimal itulah nan kudu dipakai sebagai patokan.
Jika perihal nan sangat mendasar itu tidak menjadi perhatian, maka kemacetan lampau lintas ini bakal terus terjadi. Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok kudu ditata ulang termasuk area penyangga (buffer zone) antara pelabuhan dengan lingkungan pertokoan dan pemukiman kudu ada jarak minimal 1 km wilayah buffer zone kudu bebas dari bangunan. Kita kudu ikuti layout original area pelabuhan era Hindia Belanda dengan pemisah pelabuhan itu Cempaka Mas dan sampai ke timur.
Uang taping untuk parkir sebesar Rp 17.500 sekali masuk Pelabuhan Tanjung Priok sangat memberatkan pengemudi truk. Hal ini dibayar dengan duit jalan para pengemudi truk.
Perparkiran adalah konsesi dari pemerintah. Biaya biaya semacam ini selain menyebabkan ekonomi biaya tinggi (high cost), perihal ini juga tidak jelas maksud dan manfaatnya. Penarikan biaya pada ranah publik kudu jelas peruntukan dan manfaatnya. Ruang publik bukan untuk sebagai ladang penghasil uang, tapi sudah ada aturannya.
Jika setiap upaya di ruang publik terutama nan sifatnya untuk pelayanan umum seperti pelabuhan, jalan tol, dan lain-lain, kebijakanya mestinya tidak boleh untuk mencari untung perusahaan, bakal tetapi sifatnya hanya cost recovery saja.
Maka dari itu tidak heran biaya logistik (cost logistic) di Indonesia sangat mahal, dikarenakan pemerintah salah menerapkan konsep kebijakan. Jika dibandingkan dengan negeri tetangga, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, maka biaya produksi (production cost) peralatan di Indonesia jauh lebih tinggi. Selain cost logistic , juga biaya perijinan nan ruwet dan mahal. Hal ini juga tetap kudu menanggung biaya oknum Aparat Penegak Hukum (APH) dan preman nan tambah hari tambah marak.
Semua biaya biaya tambahan seperti ini sangat menjadi beban sehingga Indonesia kehilangan daya saing dan kebijakan pemerintah nan sering tidak berpihak untuk lokal.
Di samping itu, kejadian itu merupakan akibat dari kesalahan kebijakan nan diterapkan pemerintah. Pada pikulan Lebaran, pemerintah terlalu lama membatasi (aktivitas) operasional logistik, apalagi sampai 16 hari. Pembatasan operasional pikulan logistik semestinya tidak boleh lebih dari lima hari.
Kondisi itu menyebabkan bongkar muat di pelabuhan menumpuk, apalagi tersendat. Kondisi ini dikhawatirkan menghalang pertumbuhan ekonomi mengingat kelancaran pengedaran logistik menjadi salah satu parameter perputaran ekonomi.
Di sisi lain, kemacetan parah nan terjadi juga jadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih mengedepankan pikulan peralatan berbasis rel dibanding jalan raya. Sebenarnya, di era Belanda, jalur rel sudah terhubung dengan dermaga. Tujuannya, agar alur pikulan peralatan bisa lebih lancar. Namun, sekarang nyaris semua jalur itu diputus. Tersisa hanya di Pelabuhan Tanjung Intan (Cilacap).
Sejumlah akses pelabuhan di jaman Belanda sudah lengkapi dengan jalan rel dan area penyangga, seperti di Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Teluk Bayur (Padang), Pelabuhan Panjang (Lampung), Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang), Pelabuhan Juwana (Pati), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya). Sekarang area penyangga itu telah berubah kegunaan menjadi pemukiman dan perumahan.
Oleh lantaran itu, pemerintah kudu mengevaluasi kebijakan itu agar tidak terulang. Jangan sampai ada pihak nan dirugikan lagi akibat kesalahan kebijakan dan pada akhirnya juga negara merugi, lantaran pertumbuhan ekonominya tidak tercapai.
3. Pengamat Coba Urai Masalah Kemacetan Pelabuhan Tanjung Priok
Kemacetan panjang nan terjadi di area Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara menarik perhatian. Antrean kendaraan sepanjang 8 kilometer itu disebut lantaran ada peningkatan aktivitas bongkar muat, bukan lantaran suatu hambatan dalam sistem.
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mencoba mengurai akar masalah kemacetan di area Tanjung Priok tersebut. Menurutnya, ada beberapa akses logistik ke Pelabuhan Tanjung Priok, hanya saja, akses jalan raya nan paling dilirik dari kemudahan dan biaya.
"Menggunakan jalan rel, lebih mahal daripada jalan raya. Menggunakan jalan rel, mahal, disebabkan menggunakan BBM non subsidi, tetap dikenakan PPN 11 persen dan dikenakan track access charge (TAC)," ungkap Djoko dalam keterangannya, Sabtu 19 April 2025.
Soal biaya logistik, kata Djoko, moda transportasi jalan umumnya lebih murah jika digunakan untuk pikulan nan jaraknya relatif pendek, ialah kurang dari 500 km.
Kemudian, untuk kereta api lebih kompetitif pada jarak menengah antara 500 – 1.500 km dan untuk jarak lebih dari 1.500 km moda transportasi laut bakal lebih murah
Djoko juga menyoroti tidak adanya pedoman (guidelines) untuk menghitung kapabilitas pelabuhan seperti bandara. Pembangunan di Pelabuhan Tanjung Priok memperbesar terus kapabilitas sisi laut, namun kapabilitas sisi darat tidak dikembangkan.
Dalam kalkulasi kapabilitas kudu dimasukkan kesiapan tempat parkir truk, toilet dan lain-lain. Kapasitas nan paling mini alias minimal itulah nan kudu dipakai sebagai patokan.
"Jika perihal nan sangat mendasar itu tidak menjadi perhatian, maka kemacetan lampau lintas ini bakal terus terjadi," tegasnya.
4. Pengusaha Minta Jangan Saling Menyalahkan
Semua pemangku kepentingan wajib untuk saling mendukung dan bekerja sama untuk mengatasi kemacetan di Pelabuhan Tanjung Priok.
Usul ini diungkap oleh Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (Indonesian National Shipowners' Association/INSA).
"DPP INSA membujuk seluruh pihak untuk menahan diri untuk tidak saling menyalahkan mengenai kemacetan nan terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok sejak Kamis kemarin," kata Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto dikutip dari Antara, Sabtu 19 April 2025.
Kemacetan terjadi lantaran peningkatan aktivitas ekspor di Pelabuhan Tanjung Priok, nan mana ini menjadi sinyal positif bahwa aktivitas ekspor Indonesia tetap menggeliat di tengah situasi tekanan situasi dunia akibat tarif resiprokal nan ditetapkan Amerika Serikat (AS).
"Memang terjadi kemacetan nan kudu jadi catatan perbaikan ke depan, tapi peningkatan aktivitas ekspor di Pelabuhan Priok di tengah tekanan tarif resiprokal adalah berkah tersendiri nan mesti disyukuri," ujarnya.
Carmelita mengatakan, pihaknya telah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Pelindo mengenai dengan kondisi kemacetan nan terjadi.
Menurutnya, Pelindo sebagai operator Pelabuhan Tanjung Priok telah bersikap responsif dan mengambil langkah terukur dengan memaksimalkan area-area buffer dan lapangan nan dapat dijadikan kantong parkir dan pengalihan lampau lintas truk ke dalam gate pos 9.
Menurut Carmelita, para pelaku upaya juga memahami, Pelindo tengah melakukan penanganan jangka panjang untuk mencegah kemacetan kembali terjadi di masa mendatang. Salah satunya dengan membangun area jalan untuk mengurangi kepadatan lampau lintas di tol maupun jalan arteri di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok.
Hanya saja, pembangunan jalan ini memerlukan waktu nan tidak sebentar, lantaran pembangunan jalan memerlukan support dan koordinasi dengan pihak Kementerian Pekerjaan Umum, Pemprov DKI Jakarta dan lembaga lembaga lainnya.
"Bukan saatnya kita saling menyalahkan, tapi kita kudu mendorong Pelindo untuk lebih baik ke depan dengan memberikan jasa terbaik, termasuk pencegahan kemacetan jalan masa depan," ucap Carmelita.
5. Otoritas Pelabuhan Bakal Awasi
Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan M Takwin mengatakan Pelindo, KSOP, operator, Polres Pelabuhan bakal melakukan pengawasan terhadap receiving (penerimaan) dan delivering (pengiriman) di setiap terminal.
"Kami bakal awasi terminal untuk melakukan bongkar muat sesuai kapabilitas nan mereka miliki sehingga tidak terjadi penumpukan," kata dia.
Selain itu pihaknya bakal melakukan pemindahan bongkar muat dari satu terminal ke terminal lain, ada dua terminal nan menjadi letak pemindahan ialah Terminal Koja dan JICT.
Menurut dia parameter di masing-masing terminal berbeda-beda sehingga kelak bakal dihitung dan diawasi secara bersama.
"Ada tujuh terminal dengan parameter berbeda," kata dia.
Ia mencontohkan Terminal JICT mempunyai parameter 5.000 truk peti kemas dalam sehari, Terminal Koja 1.300 truk, NPCT1 dengan parameter 2.500 truk dan lainnya.
"Dengan pengawasan serta pemindahan diharapkan perihal serupa tak terulang lagi," jelas takwin.
6. Dishub Jakarta Utara Antisipasi Kemacetan Usai Libur Lebaran
Suku Dinas Perhubungan (Sudinhub) Jakarta Utara telah mengantisipasi potensi kemacetan di Pelabuhan Tanjung Priok akibat menumpuknya peralatan impor selama masa libur Idul Fitri.
"Kami cemas bakal terjadi antrean panjang lantaran peralatan impor nan menumpuk dan tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok saat libur," kata Kepala Sudinhub Jakarta Utara, Hendrico Tampubolon, Rabu 17 April 2025.
Hendrico menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi intensif dengan beragam pemangku kepentingan seperti PT Pelindo, Polres Pelabuhan Tanjung Priok, Polres Metro Jakarta Utara, serta Satpol PP.
"Kami berupaya melakukan penataan berbareng untuk info kapal datang dan pengangkutan peralatan di area penyangga (buffer zone), agar semua tidak menumpuk di pelabuhan," jelasnya.
7. Gubernur Jakarta Pramono Anung Minta Maaf Terkait Macet Horor Tanjung Priok
Gubernur Jakarta Pramono Anung meminta maaf kepada seluruh masyarakat atas terjadinya kemacetan di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
"Saya mau menyampaikan bahwa peristiwa ini sungguh membikin saya resah. Untuk itu, secara khusus, saya mau menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya," kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Sabtu 19 April 2025, seperti dilansir Antara.
Pramono mengatakan, meski kemacetan tersebut tidak ada hubungannya dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagai pemimpin Kota Jakarta dirinya tetap bertanggung jawab dan memohon maaf kepada seluruh masyarakat.
Lebih lanjut, Pramono juga menjelaskan, kemacetan di Tanjung Priok itu terjadi lantaran muatan truk Pelindo nan semestinya 2.500 truk per hari, dipaksakan menjadi 4.000 truk per hari.
"Sehingga mengalami kemacetan lampau lintas dan akhirnya saya juga baru tahu tadi pagi dari Kepala Dinas Perhubungan. Bukan lagi 4.000 tetapi menjadi 7.000 truk per hari. Ini menunjukkan bahwa ketidakprofesionalan pengelola nan ada di Tanjung Priok," kata Pramono.
Untuk itu, lanjut Pramono, dirinya sudah meminta kepada Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo untuk memberikan teguran sekeras-kerasnya kepada Pelindo.
"Karena sudah tiga hari kemacetan ini, tak boleh terjadi kembali. Pelindo secara terbuka sudah meminta maaf baik kepada pemerintah Jakarta nan terkena akses dari perihal tersebut, maupun kepada masyarakat," ucap dia.
Pramono juga menegaskan, walaupun Pelindo sudah mengatakan kelebihan truk muatan itu dikarenakan adanya libur panjang selama tiga hari berturut-turut dan usai Idul Fitri, namun tak mau kejadian serupa terulang kembali.