ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Di kembali gemerlap sirkus, rupanya ada kisah kelam nan luput dari pandangan. Pada Kamis 10 April 2025 lalu, sejumlah wanita nan merupakan mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI), akhirnya bersuara ke publik, setelah nyaris tiga dasawarsa menjalani hidup sebagai korban pemanfaatan dan penyiksaan.
Fifi Nur Hidayah, sekarang berumur separuh abad, duduk di hadapan wartawan dengan raut wajah nan sedih. Dia bercerita dengan bunyi lirih di salah satu ruangan instansi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
"Saya intinya minta keadilan. Keadilan pengin tahu orang tua. Asal usul, masalah eksploitasi. Pokoknya saya minta keadilan buat saya dan rekan-rekan," kata Fifi memulai pembincangan kepada detikai.com, Kamis 10 April 2025.
Di usia balita, Fifi dipisahkan dari orang tua dan dibawa masuk ke Oriental Circus Indonesia (OCI). Di sanalah hidupnya mulai dikurung. Ia dilatih di Taman Safari Indonesia. Tapi tak pernah menerima upah, apalagi tak jarang malah mendapat siksaan dan terisolasi dari bumi luar.
Tak kuasa menahan itu semua, Fifi menyelinap dari kamarnya berlari menembus rimba hingga sampailah di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kemudian, pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) pun mendorong pemerintah membentuk tim pencari kebenaran untuk mengungkap pelanggaran kewenangan asasi manusia (HAM) nan diduga dilakukan oleh Taman Safari Indonesia.
Hal itu diungkapkan Muhhamad Soleh, penasihat norma nan turut mendampingi mantan pemain Oriental Circus Indonesia saat berjumpa dengan Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (Wamen HAM) Mugiyanto pada Selasa 15 April 2025.
"Kami minta agar segera membentuk tim pencari fakta. Supaya apa? Mereka nan tetap ada di sana bisa diselamatkan, kemudian korban-korban juga bisa dipertemukan oleh orangtuanya, sekaligus ada pertanggungjawaban dari para pihak," kata Soleh saat ditemui.
Berikut sederet kebenaran mengenai mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) nan bercerita pernah jadi korban pemanfaatan dan penyiksaan dihimpun Tim News detikai.com:
Pihak Oriental Circus Indonesia (OCI) membantah tuduhan dugaan pemanfaatan disertai penyiksaan terhadap pemain sirkus. Hal tersebut diungkap oleh pendiri OCI Tony Sumampouw.
1. Cerita Minta Keadilan, Dipisahkan dari Orang Tua
Di kembali gemerlap sirkus, ada kisah kelam nan luput dari pandangan. Hari ini, sejumlah wanita nan merupakan mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI), akhirnya bersuara ke publik, setelah nyaris tiga dasawarsa menjalani hidup sebagai korban pemanfaatan dan penyiksaan.
Fifi Nur Hidayah, sekarang berumur separuh abad, duduk di hadapan wartawan dengan raut wajah nan sedih. Dia bercerita dengan bunyi lirih di salah satu ruangan instansi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
"Saya intinya minta keadilan. Keadilan pengin tahu orang tua. Asal usul, masalah eksploitasi. Pokoknya saya minta keadilan buat saya dan rekan-rekan," kata Fifi memulai pembincangan kepada detikai.com, Kamis 10 April 2025.
Di usia balita, Fifi dipisahkan dari orang tua dan dibawa masuk ke Oriental Circus Indonesia (OCI). Di sanalah hidupnya mulai dikurung. Ia dilatih di Taman Safari Indonesia. Tapi tak pernah menerima upah, apalagi tak jarang malah mendapat siksaan dan terisolasi dari bumi luar.
Tak kuasa menahan itu semua, Fifi menyelinap dari kamarnya berlari menembus rimba hingga sampailah di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
"Di sana saya nan sering dipukulin, latihan-latihan sering dipukulin. Akhirnya saya enggak kuat," ujar dia.
2. Mengaku Dipukuli dan Dipasung
Fifi nan baru berumur belasan tahun melarikan diri dari Taman Safari Indonesia. Tiga hari dia menginap di rumah orang nan menolongnya. Tapi ditemukan lagi, lampau dibawa kembali ke Taman Safari. Akibat tindakannya itu, dia menerima siksaan lebih parah.
"Pas saya keluar dari rumah itu 3 hari kemudian, saya ditangkap lagi sama sekuriti. Dari itu saya dibawa ke pos, ke Taman Safari. Dibawa pulang. Saya disiksa, disetrumin sampai saya lemes, jatuh. Saya nangis-nangis, minta ampun," ucap dia.
"Dipukulin pakai sendal bakiak gitu. Dia ditamparin terus," Fifi menambahkan.
Fifi dipasung selama dua minggu. Ia tidak bisa keluar dari kamar, tidak bisa bergerak leluasa.
"Terus akhirnya dilepas, udah dibebasin. Ya, seperti biasa saya disiksa lagi. Saya di sana tuh tertekan banget, pengin pergi lagi dari sana," ucap dia.
Keputusasaan itu akhirnya membawanya kembali kabur. Kali ini dia dibantu oleh mantan kekasihnya. Ia sukses keluar dari Taman Safari, lampau dibawa ke Semarang, Jawa Tengah.
"Tadinya saya dicari-cari tuh. Sampai keluarganya diancem-ancem. Saya takut dibawa pulang lagi. Daripada saya dibawa pulang lagi, mendingan dinikahin gitu, biar enggak dibawa pulang lagi akhirnya saya dinikahin," ujar mantan pemain sirkus wanita tersebut.
3. Mengaku Lapor Komnas HAM Sejak 1997
Tahun 1997, Fifi memberanikan diri melaporkan semua ini ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Saat itu posisinya sudah menikah. Tapi tak kunjung ada penyelesaian.
"Saya langsung lapor ke Komnas HAM itu tahun 1997. Katanya mau diselesaikan secara kekeluargaan, terus rupanya enggak ada penyelesaiannya," ucap dia.
Padahal, Komnas HAM pernah menyelidiki kasus ini pada 1997. Hasilnya ditemukan pelanggaran kewenangan asasi manusia. Rekomendasi pun dilayangkan ke Taman Safari Indonesia. Di mana, rekomendasi agar OCI mempertemukan korban dengan orang tua, memberikan identitas norma nan sah, dan bayar hak-hak mereka. Tapi tak satu pun dijalankan.
Dia kembali datang ke Komnas HAM pada 2002, lampau 2004. Tapi setiap kali datang, tak ada jawaban nan menyejukkan hati.
"Terus 2002 saya sempat datang lagi ke Komnas HAM menanyakan 'ini kok enggak ada kabarnya'. Terus katanya 'Tunggu aja kelak juga ada katanya dari Komnas HAM," ucap dia.
Baru pada 2024, Fifi berjumpa lagi dengan teman-teman seangkatannya di media sosial Facebook. Dari sanalah kisah mereka kembali disatukan.
Kini, berbareng korban lainnya, Fifi tidak lagi sendiri. Mereka melapor ke Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan lembaga lainnya. Namun, hingga 2025, rekomendasi pun tak ada nan dilaksanakan.
"Akhirnya tahun 2024 bisa ketemu lagi sama ini semua dari media sosial. Jadi ketemu lagi kita," jelas Fifi.
4. Temui Wamen HAM, Desak Bentuk Tim Pencari Fakta
Mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) mendorong pemerintah membentuk tim pencari kebenaran untuk mengungkap pelanggaran kewenangan asasi manusia (HAM) nan diduga dilakukan oleh Taman Safari Indonesia.
Hal itu diungkapkan Muhhamad Soleh, penasihat norma nan turut mendampingi mantan pemain Oriental Circus Indonesia saat berjumpa dengan Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (Wamen HAM) Mugiyanto pada Selasa 15 April 2025.
"Kami minta agar segera membentuk tim pencari fakta. Supaya apa? Mereka nan tetap ada di sana bisa diselamatkan, kemudian korban-korban juga bisa dipertemukan oleh orangtuanya, sekaligus ada pertanggungjawaban dari para pihak," kata Soleh saat ditemui.
Soleh mengungkap argumen tim pencari kebenaran perlu dibentuk. Menurut dia, hasil pemantauan dari Komnas HAM beberapa Waktu lampau dinilai tidak komperhensif.
"Saat itu tidak semua korban dimintai pendapat terhadap kejadian nan mereka alami. Sekarang mumpung para korban bersatu, maka kudu didengar," ujar Soleh.
Dia menerangkan, tim pencari kebenaran kelak bakal mengungkap asal-usul para korban, menggali kesalahan nan dilakukan oleh Taman Safari Indonesia, lantaran hingga sekarang mereka merasa tidak ada pelanggaran HAM dan perbudakan terhadap pemain Oriental Circus Indonesia.
"Keadilan tanpa balasan tentu tidak mungkin, mumpung mereka tetap hidup maka kudu dimintai pertanggungjawaban. Untuk apa? Sebagai pelajar ke depan agar tidak ada orang-orang nan mengikuti praktik perbudakan," ujar Soleh.
5. Tak Pernah Dapat Upah, Wamen HAM Pertimbangkan Bentuk Tim pencari Fakta
Soleh mengatakan, para pemain Oriental Circus Indonesia selama berada di bawah kendali Taman Safari Indonesia tidak pernah mendapatkan upah. Karena itu, sudah sepatutnya para korban mendapatkan tukar rugi.
"Ini nan belum pernah terpikirkan. Meskipun ada rekomendasi Komnas HAM tahun 1997, tidak pernah nan namanya ada kompensasi kepada para korban," kata Soleh.
"Padahal hidup pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) kebanyakan tidak berada. Kenapa? Karena enggak punya masa lalu, enggak punya warisan," dia menambahkan.
Di samping itu, kata Soleh, tim pencari kebenaran juga bakal berfaedah bagi para korban untuk memproses norma para pelaku.
"Ayo dibentuk tim pencari fakta, krusial untuk mematahkan hasil rekomendasi Komnas HAM nan mandul. Iya (hasil kajian bakal jadi dasar membikin pelaporan polisi)," ucap dia.
Sementara itu, Wakil Menteri HAM Mugiyanto menjelaskan bakal mempertimbangkan usulan nan disampaikan oleh tim penasihat norma pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) untuk membentuk tim pencari fakta.
"Usulan tadi tim pencari kebenaran bakal dikaji, mana memungkinkan jalan terbaik agar persoalan bisa diselesaikan," tandas Mugiyanto.
6. Menteri PPPA Dorong Penyelesaian Kekeluargaan
Pengacara Heppy Sebayang mengatakan, jumlah korban dugaan pemanfaatan OCI sebenarnya jauh lebih banyak.
"Sebetulnya mereka ada sekitar 60-an, tapi nan sekarang baru terkoordinir ini 17. Jadi intinya teman-teman ini selama ini, selama di Oriental Circus Indonesia (OCI). Mereka itu mengalami perlakuan-perlakuan nan tidak semestinya," ucap dia.
Hari ini, Kementerian PPA memfasilitasi pertemuan dengan Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Mabes Polri. Tapi hasilnya belum membawa titik terang.
"Jadi Bu Menteri dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak itu punya inisiatif untuk mempertemukan beberapa stakeholder nan punya kewenangan dan tugas kaitan dengan rumor ini. Mereka mengumpulkan dari Komnas Perempuan, Komnas HAM, Mabes Polri," ungkap dia.
Dalam pertemuan itu, Kementerian PPA meminta agar upaya penyelesaian secara kekeluargaan didahulukan. Jika tidak ada itikad baik dari pihak Taman Safari Indonesia, baru ditempuh lewat jalur hukum.
"Dan tadi beberapa poin sudah disampaikan, termasuk gimana agar masalah ini bisa tersolusi di luar proses hukum. Tapi jika tidak tersolusi tentu proses norma menjadi pilihan terakhir," ucap dia.
Menurut Heppy, Taman Safari Indonesia telah disurati, baik secara institusional maupun personal, namun tidak pernah memberikan respons.
"Jadi, teradu tidak punya itikad baik untuk melaksanakan tanggungjawab sampai sekarang," ujar dia.
7. Respons Taman Safari Indonesia
Saat dikonfirmasi, Kepala Media dan Digital Taman Safari Indonesia Finky Santika menegaskan, Taman Safari Indonesia Group tidak mempunyai keterkaitan, hubungan bisnis, maupun keterlibatan norma dengan para mantan pemain sirkus nan disebutkan dalam video tersebut.
"Perlu kami sampaikan bahwa Taman Safari Indonesia Group adalah badan upaya berbadan norma nan berdiri secara independen dan tidak terafiliasi dengan pihak nan dimaksud," ujar dia.
Finky menegaskan, persoalan tersebut berkarakter pribadi dan tidak ada kaitannya dengan Taman Safari Indonesia Group secara kelembagaan.
"Namun kami berambisi agar nama dan reputasi Taman Safari Indonesia Group tidak disangkutpautkan dalam persoalan nan bukan menjadi bagian dari tanggung jawab kami terutama tanpa bukti nan jelas lantaran dapat berimplikasi kepada pertanggung jawaban hukum, ucap dia.
Taman Safari Indonesia Group selalu berkomitmen untuk menjalankan aktivitas upaya dengan mengedepankan prinsip Good Corporate Governance (GCG), kepatuhan hukum, serta etika upaya nan bertanggung jawab.
"Selama lebih dari 40 tahun, kami senantiasa mengutamakan. konservasi, edukasi, dan pelayanan terbaik bagi masyarakat Indonesia dan mancanegara," ucap dia.
Finky membujuk masyarakat untuk bersikap bijak dalam menyikapi info nan beredar di ruang digital.
"Dan tidak mudah terpengaruh oleh konten nan tidak mempunyai dasar kebenaran maupun keterkaitan nan jelas," tandas dia.