1.235 Tki Korban Tppo Berhasil Dipulangkan, Paling Banyak Dari Myanmar

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) melaporkan, sebanyak 1.235 pekerja migran alias Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sukses dipulangkan dari sejumlah negara lantaran terindikasi menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sepanjang 2024 sampai 2025. Adapun negara tersebut seperti dari Kamboja, Myanmar dan Laos.

Menteri P2MI Abdul Kadir Karding mengatakan, pada tahun 2024 tercatat ada sebanyak 391 pekerja migran dipulangkan dari Kamboja lantaran terindikasi TPPO. Lalu sebanyak 26 pekerja dipulangkan dari Myanmar dan sebanyak 22 pekerja dipulangkan dari Laos. Totalnya ada sebanyak 439 TKI.

Sedangkan pada tahun 2025, tercatat ada sebanyak 82 pekerja dipulangkan dari Kamboja. Lalu disusul kepulangan 698 pekerja migran dari Myanmar, serta 16 orang pekerja dari Laos. Total sepanjang tahun 2025 ini ada sejumlah 796 orang TKI dipulangkan lantaran terindikasi TPPO.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi ini nan paling besar Myanmar, dari 26 (TKI) menjadi 698 (TKI). Kemudian Laos, ada 22 (TKI) menjadi 16 (TKI), sampai bulan sekarang. Jadi totalnya adalah 1.235 dari posisi tahun 2024-2025," kata Karding, dalam Rapat Kerja (Raker) berbareng Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).

Myanmar mencatatkan jumlah pemulangan tertinggi ialah 724 orang alias 58% dari total pekerja migran nan dipulangkan lantaran indikasi korban TPPO. Kemudian disusul dari Kamboja sebanyak 473 orang alias 38,3% dan Laos sebanyak 38 orang alias 3,1%.

Lalu dalam periode tersebut terjadi lonjakan nan sangat besar untuk pekerja migran tujuan Myanmar. Adapun pada 2024 tercatat hanya sebanyak 26 orang pekerja migran nan dipulangkan lantaran terindikasi TPPO, lampau jumlahnya naik nyaris 27 kali lipat di 2025 menjadi 698 orang.

Sementara itu, dari info tahun 2024 sampai 31 Maret 2025 juga tercatat, total ada 7.701 Calon Pekerja Migran Indonesia nan sukses dicegah dari TPPO oleh KP2MI maupun BP3MI. Adapun 461 alias 6% di antaranya adalah pekerja dengan tujuan ke Kamboja, Myanmar, dan Laos.

"Data pencegahan nan kami lakukan tercatat selama kami jadi Menteri adalah 7.701 calon pekerja migran nan kita bisa cegah untuk berangkat secara non-procedural alias ilegal," ujarnya.

Lebih lanjut Karding menjelaskan, modus-modus operandi sindikat antara lain menempatkan petugas di wilayah rekrutmen, menyebar iklan lowongan kerja di media sosial, merekrut tanpa perusahaan resmi, menampung CPMI ilegal, dan memberi training kerja tidak sesuai aturan.

Selanjutnya, ada modus pembuatan visa wisata dan tiket pulang-pergi untuk mengelabui petugas, mengikat korban dengan perjanjian berkata asing, memberangkatkan dalam golongan mini (2-3 orang), menggunakan rute tidak langsung ke negara tujuan, dan modus terakhir beraksi di Indonesia dan luar negeri.

"Rata-rata orang nan berangkat keluar negeri, terutama Laos, Kamboja, dan Myanmar ini, menggunakan visa wisata. Itu nan problem kami di situ, dan kita tidak bisa menahan di imigrasi dimanapun. nan kedua, mereka modusnya lewat online dan rata-rata terdidik," kata dia.

Sedangkan mengenai modus menggunakan rute tidak langsung ke negara tujuan, Karding mengatakan, biasanya jalur nan digunakan lewat Singapura, Malaysia, Thailand, hingga ada pula nan lewat darat hingga jalur pelabuhan-pelabuhan tikus.

"Seperti saya kemarin ke Batam itu, rupanya orang-orang dari Aceh, NTB, NTT lewatnya sana. Termasuk di Kualanamu, kemarin baru minggu lampau saya ke sana. Jadi, memang imigrasi, kami, dan semua pihak kesulitan untuk mendeteksi mereka. Jadi, nan bisa kita lakukan profiling. Mana nan gelagatnya tidak menarik, itu baru kita, tapi jika sekarang mereka juga sudah canggih. Dipakaikan seakan-akan mereka itu mau wisata," terangnya.

(acd/acd)

Selengkapnya