ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta Kasus mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) menuai sejumlah respons dari beragam kalangan, tak terkecuali oleh Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso.
Dalam pertemuannya dengan mantan pemain OCI, Politikus Gerindra ini meminta Polri dalam perihal ini Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) untuk membuka kembali dugaan pemanfaatan eks pemain sirkus tersebut, di mana pernah dilakukan penyelidikan kemudian dihentikan pada tahun 1999.
"Kami mendorong bahwa kasus ini dibuka kembali oleh Mabes Polri, kelak silakan gimana teknisnya," kata Sugiat usai berjumpa Eks Pemain OCI, di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (23/4/2025).
Dalam kesempatan itu, Sugiat merasa heran dengan penghentian penyelidikan oleh Polri lantaran disebut tak ada peralatan bukti. Menurutnya, mengambil anak usia awal diduga melanggar hukum.
"Saya pikir di pihak OCI pun sudah mengakui itu bahwa mereka menampung dari sekian banyak ini (anak) dari umur 5 sampai 8 tahun tanpa argumen hukum, selain jika mereka (OCI) panti asuhan," jelas dia.
Sugiat pun menegaskan, delik dugaan pelanggaran ini bisa merujuk pada temuan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan ialah perdagangan manusia khusunya bayi.
"Ada tindak kejahatan perdagangan manusia, perdagangan bayi. Saya pikir Polri bisa masuk di situ, bahwa OCI itu melakukan perdagangan manusia, khususnya bayi," pungkasnya.
Komisi III DPR Minta Penyelesaian Adil
Kasus dugaan pemanfaatan terhadap mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) dan keterkaitannya dengan Taman Safari Indonesia (TSI) sekarang menjadi sorotan publik. Delapan mantan pekerja melaporkan dugaan pelanggaran kewenangan asasi manusia (HAM) nan disebut telah berjalan sejak era 1970-an.
Masalah ini pun sempat dibahas berbareng personil DPR RI di ruang Komisi III DPR RI, Jakarta, Senin 21 April 2025.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Safarudin mendesak penyelesaian setara untuk kasus ini. Menurut dia, ini bukan sekadar soal bayaran layak alias kompensasi asuransi.
"Mencari uang, bisnis, tapi tidak memperhatikan kewenangan asasi manusia, untuk apa?," kata dia dalam keterangannya, Selasa (22/4/2025).
Salah satu aspek krusial menurut dia, adalah perlunya kejelasan motif awal OCI, di mana para anak-anak itu justru dijadikan pemain sirkus di tengah berita banyak iming-iming untuk diberi penghidupan nan layak, seperti soal sekolah. "Ini kudu dijelaskan secara transparan," jelas dia.
Tanggung Jawab
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menyarankan eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) dan pengelola untuk melakukan mediasi demi menyelesaikan masalah.
"Baik pengelola dan para pemain mantan sirkus itu duduk sama-sama untuk mencari titik tengah apa nan diharapkan oleh si para pemain sirkus dan si pengelola," kata Sahroni kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/4/2025).
"Dan akhirnya, saya minta waktu, kasih waktu ke mereka tujuh hari. Kalau tujuh hari tidak diselesaikan, maka silakan melalui proses penegakan norma nan kelak bakal kita awasi," sambungnya.
Menurutnya, jika persoalan tersebut dibawa ke ranah hukum, maka kasusnya sudah masuk kategori kedaluwarsa lantaran sudah terjadi 35 tahun lalu.
Namun, eks pemain sirkus disebutnya tetap mempunyai angan agar pihak perusahaan memenuhi tuntutan mereka lantaran ada dugaannya pemanfaatan dan penganiayaan.
"Nah, ini kan kasus perkara sudah 35 tahun. Kalau ngomong dalam patokan pendagangan hukum, ini udah kedaluwarsa. Nggak bisa ini barang," sebutnya.
"Cuman lantaran kan si pelapor mengharapkan ada keadilan nan di mana, tolong dong lu perhatiin gue dalam keadaan seperti dulu tuh gue di-eksploitasi," tambahnya.
Pihak OCI: Tunggu Pak Hamdan Zoelva
Pihak OCI mengaku belum dapat memberikan kepastian soal melakukan mediasi, lantaran tetap menunggu kembalinya Hamdan Zoelva dari Tanah Suci. Adapun, Hamdan Zoelva merupakan kuasa norma OCI.
"Jadi kita bakal mengupayakan mengikuti saran beliau. Tapi kita tetap menunggu Pak Hamdan Zoelva ketika beliau kembali dari luar," kata salah satu penasehat norma OCI, Ricardo Kumontahas, di Jakarta, Senin (21/4/2025).
Ricardo menyebut, Hamdan nan terlibat langsung dalam proses tersebut sekaligus berkomunikasi dengan Komnas HAM pada masa itu.
"Beliau nan lebih tahu pada saat rekomendasi pertama keluar itu dari Komnas HAM dulu tahun 1997 beliau nan betul-betul pelakunya. Jadi kita tetap minta waktu untuk menunggu beliau kembali," ujar dia.