ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto merampungkan sidang perdananya dalam kasus suap dan perintangan investigasi buron Harun Masiku. Kepada awak media, Hasto menegaskan dirinya makin percaya bahwa kasus nan menjeratnya adalah corak kriminalisasi.
“Saya semakin meyakini bahwa ini adalah kriminalisasi hukum, bahwa ini adalah pengungkapan suatu pokok perkara nan sudah inkrah, nan didaur ulang lantaran kepentingan-kepentingan politik di luarnya,” kata Hasto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Meski demikian, Hasto menyatakan tetap bakal mengikuti seluruh proses norma dengan sebaik-baiknya. Dia percaya bahwa keadilan bisa ditegakkan.
“Semuanya demi membangun suatu negara hukum, tanpa adanya supremasi hukum, tanpa adanya suatu keadilan dan ketika suatu proses norma nan sudah inkrah bisa didaur ulang kembali, maka kita Republik ini tidak bakal berdiri kokoh,” pesan Hasto.
“Jangankan untuk membangun, menghadirkan penanammodal ketika tidak ada supremasi hukum, semuanya bakal menjadi sia-sia,” imbuhhya.
Hasto berharap, kasus norma nan menjeratnya saat ini dapat menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia agar norma di Indonesia semakin lebih baik.
“Semoga ini menjadi suatu pelajaran nan terbaik bahwa cita-cita menegakkan norma nan berkeadilan adalah cita-cita seluruh anak bangsa kita terimakasih,” Hasto memungkasi.
Jaksa: Hasto Perintahkan Harun Masiku Rendam HP Usai Wahyu Setiawan Ditangkap KPK
Jaksa: Hasto Perintahkan Harun Masiku Rendam HP Usai Wahyu Setiawan Ditangkap KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kronologis awal, keterlibatan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam kasus Harun Masiku. Hal itu disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam surat dakwaan di sidang perdana Hasto nan duduk sebagai terdakwa.
“Tanggal 9 Januari 2020 nan dilakukan Terdakwa dengan langkah memerintahkan Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam milik Harun Masiku ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode tahun 2017-2022 dan memerintahkan Kusnadi (Staf Hasto) untuk menenggelamkan telepon genggam (ponsel) sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK,” kata JPU KPK di ruang sidang, Jumat (14/3/2025).
JPU KPK mencatat, perintah terdakwa dilakukan dengan langkah menyuruh Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam. Bahwa pada tanggal 26 November 2019, Pimpinan KPK menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Sprin. Lidik-134/01/11/2019 tentang Dugaan Tindak Pidana Korupsi Berupa Penerimaan Hadiah alias Janji.
“Atas Penyelidikan tersebut, Penyelidik menemukan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan bingkisan alias janji oleh Penyelenggara Negara di Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemudian melaporkan kepada Pimpinan KPK,” jelas JPU KPK.
JPU KPU menyatakan, atas laporan tersebut pada tanggal 20 Desember 2019 diterbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin Lidik-146/01/12/2019 mengenai dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan bingkisan alias janji oleh Penyelenggara Negara di Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mengenai dengan Penetapan Anggota DPR-RI terpilih 2019-2024.
“Selanjutnya Penyelidik KPK melakukan serangkaian tindakan penyelidikan; Pada tanggal 8 Januari 2020, Petugas KPK menerima info perihal komunikasi antara Wahyu Setiawan dengan Agustiani Tio F nan menyampaikan adanya penerimaan duit mengenai dengan rencana Penetapan Harun Masiku sebagai Anggota DPR-RI terpilih 2019-2024, sehingga Petugas KPK mulai mengawasi pergerakan pihak-pihak nan diduga terlibat,” ungkap JPU KPK.
Berawal dari Penangkapan Wahyu Setiawan
JPU KPK merinci, mereka nan diawasi adalah Wahyu Setiawan, Harun Masiku, Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah dan Agustiani Tio F. Selang beberapa waktu kemudian Petugas KPK sukses mengamankan Wahyu di Bandara Soekarno-Hatta.
“Pada sekitar pukul 18:19 WIB, Terdakwa mendapatkan info bahwa Wahyu telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK,” beber JPU KPK.
JPU KPK melanjutkan, pada sekitar pukul 18.35 WIB bertempat di sekitar Hotel Sofyan Cut Mutia Jakarta, Harun berjumpa dengan Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto dan atas support Nurhasan, pada jam 18.52 WIB telepon genggam milik Harun tidak aktif dan tidak terlacak.
“Selanjutnya Petugas KPK memantau keberadaan Harun melalui pembaruan posisi telepon genggam milik Nurhasan nan terpantau pada jam 20.00 WIB berbareng dengan Harun berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan pada saat berbarengan Kusnadi selaku orang kepercayaan Terdakwa (Hasto) juga terpantau berada di PTIK. Kemudian Petugas KPK mendatangi PTIK namun tidak sukses menemukan Harun,” JPU KPK menandasi.