ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Mendapatkan rezeki nomplok dalam semalam bak angan duit turun dari langit nan diijabah. Hal ini terjadi pada seorang tukang becak nan tiba-tiba kaya raya lantaran memenangkan sebuah undian.
Pada tahun 1990, Sayat (72) pun mencoba peruntungannya dengan membeli kupon undian. Hal itu dia lakukan dengan angan bisa mengubah nasib dan membahagiakan keluarganya.
Memang, pemerintah sejak tahun 1989 menyelenggarakan program kupon undian Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB). Dengan program itu, rakyat bisa membeli kupon mulai dari nilai Rp 1.000 sampai puluhan ribu. Kelak, duit undian digunakan pemerintah untuk modal pembangunan.
Sebagai timbal balik, pemerintah memberikan bingkisan miliaran rupiah nan ditentukan berasas kocokan kupon pembelian. Tentu, dengan kesempatan menang sangat kecil.
Sayat memandang kupon ini sebagai langkah melepas jeratan kemiskinan. Hampir setiap minggu dia membeli kupon undian dengan angan mendapat Rp1 miliar.
Sayang, tak pernah sekalipun kupon nan dia beli sesuai dengan kocokan pemerintah. Sampai akhirnya, keajaiban terjadi pada Rabu, 9 Mei 1990.
Tepat pukul 23.30, Sayat memutar radio nan bisa mengumumkan pemenang SDSB. Dia pun mendengar secara seksama ucapan penyiar nan menyebut nomor pemenang kupon undian.
"Delapan, empat, sembilan, tiga, tujuh.... dan terakhir sembilan!," ungkap si penyiar, dikutip dari harian Waspada (17 Mei 1990), Minggu (2/2/2025).
Saat penyiar mengucapkan nomor terakhir, Sayat langsung terperanjat. Ternyata, seluruh nomor cocok dengan kupon nan dia punya. Artinya, Sayat sah mendapat Rp1 miliar dari pemerintah.
"Lelaki renta dan keriput ini keluar rumah nan berdinding bambu untuk sujud mencium tanah halamannya," tulis pewarta harian Waspada.
Tangis sang istri pun pecah. Apa nan selama ini menjadi mimpi, betul-betul terwujud di tengah malam.
Esok hari, Sayat melaporkan kemenangan ke pihak terkait. Setelahnya, seisi kota Magelang pun gempar karena ada tukang becak mendadak jadi miliarder.
Pada tahun 1990, duit Rp1 miliar sangat besar. Harga rumah di area elit Pondok Indah, Jakarta, saja mencapai Rp80 juta per unit. Artinya, dengan duit Rp1 miliar, Sayat bisa membeli 12 unit rumah di Pondok Indah.
Lalu, nilai emas pada 1990 hanya Rp20 ribu per gram. Dengan duit Rp1 miliar, Sayat bisa memborong 50 Kg emas. Berarti jika dikonversikan melalui penyetaraan nilai emas (1 gram: Rp1 juta), diketahui duit Rp1 miliar setara Rp50 miliar pada masa sekarang.
Uang miliaran bakal diserahkan langsung oleh Menteri Politik, Hukum, dan HAM, Sudomo, di Jakarta. Untung, Sayat sadar bakal investasi dan memilih tak menghambur-hamburkan uang.
Kepada Waspada, dia mengatakan bakal menggunakan separuh dari duit itu untuk ditaruh di deposito. Sedangkan sisanya, bakal dipakai beli rumah dan modal hidup anak-anaknya.
Dia juga mengatakan tidak bakal lagi mengikuti SDSB. Toh, dia sudah jadi miliarder. Alhasil, dia memilih untuk konsentrasi ibadah, bangun masjid, dan mengasuh anak-cucu hingga ajal menjemput.
Meski begitu, kisah Sayat tak bisa menjadi contoh karena SDSB tak ada bedanya dengan pertaruhan pada masa sekarang. Hanya saja, SDSB kala itu dilegalisasi pemerintah melalui Kementerian Sosial.
Pada akhirnya, kisah-kisah seperti Sayat tak ada lagi karena SDSB diberhentikan pada 1993.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Transaksi Saham Dituding Judi, Orang "Kecil" Investasi Kemana?
Next Article Punya Duit Tak Berseri, Ini Sosok Raja Tambang Batu Bara di Indonesia