ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menyiapkan 1.091 laman tuntutan pidana perkara Menteri Perdagangan periode 12 Agustus 2015-27 Juli 2016 Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong selaku terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula.
"Total untuk surat tuntutan perkara ini ada 1.091 halaman," ujar jaksa sebelum memulai pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (4/7) sore.
Atas kesepakatan para pihak, jaksa tidak membacakan seluruh isi tuntutan melainkan hanya pokok-pokoknya saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Tom menyatakan siap menghadapi sidang tuntutan pidana ini.
"Harus siap, setiap saat kudu siap," kata Tom nan turut didampingi sang isteri dalam menghadapi persidangan ini.
Tom didakwa merugikan finansial negara sejumlah Rp515.408.740.970,36 (Rp515 miliar), merupakan bagian dari kerugian finansial negara sebesar Rp578.105.411.622,47 (Rp578 miliar) dalam aktivitas impor gula semasa dia menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
Tom didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) alias Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP.
Tom disebut menerbitkan surat pengakuan impor alias persetujuan impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode 2015-2016 kepada 10 pihak luar (mayoritas berstatus terdakwa) tanpa rapat koordinasi antarkementerian.
Tom memberikan surat pengakuan impor alias persetujuan impor tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Kemudian, Tom memberikan surat pengakuan sebagai importir produsen GKM alias persetujuan impor GKM kepada para terdakwa lain untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Padahal, kata jaksa, perusahaan nan diberikan surat pengakuan tersebut tidak berkuasa mengolah GKM menjadi GKP lantaran berlatar belakang upaya gula rafinasi.
Pada tahun 2015, Tom memberikan surat pengakuan sebagai importir produsen GKM kepada Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products untuk diolah menjadi GKP nan dilakukan pada saat produksi dalam negeri GKP sudah mencukupi dan pemasukan alias realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling.
Tom tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk mengendalikan kesiapan dan stabilisasi nilai gula, melainkan menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI-Polri.
Tom memberi penugasan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia alias PT PPI (Persero) untuk melakukan pengadaan GKP dengan langkah bekerja sama dengan produsen gula rafinasi lantaran sebelumnya para terdakwa lain telah menyepakati pengaturan nilai jual gula dari produsen kepada PT PPI dan pengaturan nilai jual dari PT PPI kepada pemasok di atas Harga Patokan Petani (HPP).
Terakhir, Tom tidak melakukan pengendalian atas pengedaran gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi nilai gula nan semestinya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan/atau pasar murah.
Perbuatan Tom sebagaimana disebut di atas telah memperkaya orang lain. Yaitu Tony Wijaya NG sebesar Rp144.113.226.287,05; Then Surianto Eka Prasetyo Rp31.190.887.951,27; Hansen Setiawan Rp36.870.441.420,95; Indra Suryaningrat Rp64.551.135.580,81; dan Eka Sapanca Rp26.160.671.773,93.
Kemudian Wisnu Hendraningrat Rp42.870.481.069,89; Hendrogiarto A. Tiwow Rp41.226.293.608,16; Hans Falita Hutama Rp74.583.958.290,80; Ali Sandjaja Boedidarmo Rp47.868.288.631,27; dan Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy Rp5.973.356.356,22.
(ryn/kid)
[Gambas:Video CNN]