ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Tanda kerusakan Bumi nan ditandai dengan perubahan suasana perlu diwaspadai seluruh penunggu planet. Peneliti menemukan titik kerusakan sirkulasi Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) nan lebih cepat. Ini merupakan tanda 'kiamat' Bumi nan muncul di Samudra Atlantik.
Kerusakan itu ditemukan melalui model komputer dan info masa lalu. Peneliti juga mengembangkan parameter peringatan awal pada kerusakan alias sistem arus laut.
Hasilnya, AMOC berada dalam perubahan nan mendadak. Parahnya lagi kejadian ini belum pernah terjadi sejak lebih dari 10 ribu tahun lampau dan dampaknya bakal meluas pada sebagian besar dunia.
Sebagai informasi, AMOC adalah arus teluk dan arus kuat lainnya. Ini merupakan sabuk pengangkut laut nan membawa panas, karbon dan nutrisi dari wilayah tropis ke Lingkaran Arktik nan menjadi tempat mendingin dan tenggelam ke laut dalam.
Fenomena tersebut bakal mendistribusikan daya ke seluruh Bumi dan memodulasi akibat pemanasan dunia nan disebabkan manusia.
Sementara itu, AMOC terjadi lantaran gletsel di Greenland dan lapisan es Arktik nan mencair lebih sigap dari perkiraan. Dengan begitu, air tawar mengalir ke laut dna menghalang air asin tenggelam dari selatan.
Tercatat, AMOC terus mengalami penurunan sejak 1950 ialah mencapai 15%. Ini menjadi nan terlemah sejak satu milenium.
Berdasarkan penelitian, perubahan suhu pada permukaan laut bakal dalam titik kritis terjadi antara 2025-2095. Namun temuan tersebut dibantah oleh Kantor Meteorologi Inggris.
"Sangat tidak mungkin terjadi pada abad ke 21," tulis lembaga tersebut, dikutip Sabtu (19/4/2025).
Salah satu akibat runtuhnya AMOC adalah musim hujan dan tandus di Amazon nan berubah. Pada akhirnya bakal membikin suhu Bumi berfluktuasi jauh tidak menentu.
Di Bumi bagian selatan juga bakal menjadi lebih hangat. Sementara Eropa bakal lebih dingin dengan curah hujan nan lebih sedikit.
Suhu Bumi Makin Panas
Terpisah, laporan terbaru dari Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S) mencatat suhu Bumi pada Januari 2025 sudah 1,75 derajat Celcius lebih tinggi dibandingkan era pra-industri.
Data ini memperkuat prediksi Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) nan menyebut Bumi bakal melampaui periode pemisah pemanasan dunia 1,5 derajat Celsius dalam 10 tahun ke depan. Jika pemisah ini terlampaui, dampaknya terhadap Bumi bakal berkarakter permanen dan tak dapat diperbaiki.
IPCC menegaskan, kondisi ini berfaedah penduduk Bumi berhadapan dengan dasawarsa paling krusial dalam sejarah manusia. Organisasi ini pun mendesak masyarakat dunia untuk segera memangkas emisi secara drastis.
"Kita sudah mempunyai teknologi, peralatan, dan anggaran. nan kurang hanyalah kemauan politik nan kuat," ujar Ketua IPCC Lee Hoesung, dikutip dari AFP, Minggu (13/4/2025).
Fenomena pemanasan dunia sekarang sudah terlihat nyata melalui cuaca ekstrem. Ilmuwan dari Imperial College London, Friederike Otto mengingatkan, "tahun terpanas nan kita alami sekarang bakal menjadi tahun terdingin bagi generasi mendatang."
Jika pemanasan dunia terus berlanjut, bumi bakal menghadapi beragam bencana, seperti percepatan kepunahan spesies, kandas panen, kematian terumbu karang, hingga mencairnya es di kutub.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan negara-negara maju untuk mempercepat sasaran netral karbon dari 2050 menjadi 2040 demi "menjinakkan peledak iklim."
"Manusia berdiri di atas lapisan es nan sangat tipis, dan lapisan itu mencair dengan cepat," kata Guterres.
IPCC memperkirakan jika suhu Bumi hanya bisa ditekan hingga 1,8 derajat Celcius, separuh populasi bumi bakal hidup dalam kondisi panas dan kelembaban ekstrem pada 2100. Asia Tenggara, sebagian Brasil, dan Afrika Barat menjadi wilayah paling terdampak.
Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), Januari 2025 menandai bulan ke-18 dari 19 bulan terakhir di mana suhu dunia konsisten 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri. Tahun 2024 juga tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah.
Namun, WMO menegaskan, pencapaian suhu di atas 1,5 derajat dalam satu tahun belum berfaedah sasaran jangka panjang Perjanjian Paris gagal. Target tersebut dinilai dalam periode beberapa dekade, bukan tahunan.
Kendati begitu, setiap kenaikan mini dalam suhu membawa akibat besar. Sepuluh tahun terakhir tercatat sebagai dasawarsa terpanas sepanjang sejarah.
Adapun pengedaran suhu tidak merata. Januari 2025 menunjukkan suhu di atas rata-rata di sebagian besar dunia, namun lebih rendah di Amerika Serikat, Greenland, dan Rusia bagian timur jauh. Selain itu, luas es laut Arktik juga tercatat sebagai nan terendah sepanjang sejarah.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Warga RI Diminta Pindah ke e-SIM, Apa Untung & Urgensinya?
Next Article Tanda Kiamat Sudah Dekat Makin Nyata, Dapat Dilihat Jelas dari Daun