ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan upaya pemerintah Indonesia meningkatkan impor sejumlah komoditas strategis dari Amerika Serikat (AS). Komoditas tersebut termasuk minyak, gas alam cair (LNG), serta produk pertanian seperti gandum, kedelai dan jagung.
Sri Mulyani mengatakan halangan perdagangan dan non-perdagangan saat ini menjadi konsentrasi pemerintah. Secara berkepanjangan Indonesia melakukan pertimbangan terhadap beragam halangan perdagangan baik tarif maupun non-tarif guna menciptakan suasana perdagangan nan lebih terbuka dan efisien.
"Di sisi tarif, sebagian besar tarif Indonesia sebenarnya sangat rendah, tetapi kami bakal selalu mengevaluasi dan memandang apakah ada area nan dapat kami tingkatkan di sisi tarif," kata Sri Mulyani dalam wawancara berbareng CNBC dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (27/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait halangan non-tarif, Sri Mulyani mengakui bahwa Indonesia tetap mempunyai sejumlah sistem nan kerap menjadi perhatian lantaran dianggap mencegah perdagangan.
"Baik dalam corak proses administrasi, misalnya dalam proses bea cukai saat mengimpor barang, alias dalam perihal penilaian, prosedur perpajakan, alias karantina untuk produk pertanian," beber Sri Mulyani.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyoroti pentingnya produk pertanian asal AS nan mempunyai kontribusi besar terhadap ketahanan pangan Indonesia. Selama ini Indonesia tidak hanya impor dari AS, tetapi juga dari banyak negara lain.
"Produk seperti gandum, kedelai dan jagung merupakan produk pertanian nan juga dikonsumsi di Indonesia secara cukup signifikan. Kita mengimpor tidak hanya dari AS, tetapi juga dari banyak negara lain. Jadi dalam konteks itu kita selalu dapat membahas gimana kita dapat mempersempit kesenjangan dan menempatkan AS pada posisi nan lebih baik untuk menyediakan jenis produk pertanian ini," tuturnya.
Dalam sektor energi, meskipun Indonesia merupakan negara penghasil minyak dan gas, kapabilitas produksinya tetap belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Oleh lantaran itu pemerintah Indonesia memandang kesempatan untuk meningkatkan impor energi, khususnya LNG dari AS.
"Jadi ini semua adalah area di mana kita tentu dapat melakukan outsourcing minyak dan gas dari AS, termasuk produk Boeing dan sebagainya. Ada juga beberapa komoditas serta produk manufaktur di mana kita dapat mempersempit, mengurangi, alias apalagi menghilangkan surplus ini," jelas Sri Mulyani.
Seperti diketahui, tambahan impor dari AS dilakukan untuk mengurangi defisit perdagangan AS dengan Indonesia. Hal ini sebagai tawaran untuk menurunkan tarif tinggi bagi peralatan Indonesia nan masuk ke pasar AS.
(aid/rrd)