ARTICLE AD BOX
Surabaya, detikai.com --
Seorang siswa SMP Katolik Angelus Custos di Surabaya, SSH (15), tewas usai tersengat listrik kabel AC di sekolahnya. Orang tua korban pun tak terima dan mengadukan kasus ini ke kepolisian.
Ayah korban Tanu Hariadi menceritakan peristiwa nahas itu terjadi pada 28 Maret 2025 lalu.
Hari itu sebenarnya sekolah sedang libur. Namun, SSH bermaksud memanfaatkan hari itu untuk mengerjakan tugas golongan alias latihan ujian praktik pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) di sekolah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar pukul 11.23 WIB, korban dan teman-temannya berkumpul di sekolahnya. Namun, mereka memandang akses tangga menuju kelasnya ditutup. Sementara, lapangan sekolah saat itu dipakai oleh siswa lain.
Korban dan teman-temanya kemudian memutuskan untuk mengerjakan tugas golongan PJOK di rooftop lantai IV gedung SMA Katolik Frateran Surabaya, nan tetap satu komplek dengan sekolahnya.
Usai mengerjakan tugasnya, korban diduga hendak merekam kegiatannya dan teman-temannya di tepi rooftop. Namun, korban diduga tanpa sengaja menginjak kabel AC nan terkelupas dan kemudian tersengat listrik.
"Teman-temannya bersaksi putra saya sempat berteriak 'aku kesetrum' lampau mematung selama sekitar 40 detik sebelum akhirnya terjatuh dan kepalanya terbentur pagar," kata Tanu, Sabtu (10/5).
Korban kemudian dilarikan ke RS Adi Husada Undaan Wetan Surabaya oleh teman-temannya. Namun, nyawanya tak tertolong dan dinyatakan meninggal bumi sekitar pukul 12.35 WIB.
Tanu mengatakan, saat jenazah SSH dimandikan, dia pun memandang sejumlah luka pada tubuh anaknya itu. Yakni di kaki, punggung dan lengannya.
"Saat memandikan jenazah, saya memandang luka di kakinya, bercak merah di punggung, dan bintik-bintik merah di lengannya. Diduga, urat sarafnya putus," ucapnya.
Setelah kejadian, pihak family mendatangi sekolah bermaksud untuk menanyakan kronologi kejadian itu namun tidak ada tanggapan. Mereka akhirnya menanyakan kejadian diduga tersengat listrik itu ke teman-teman korban.
"Padahal peristiwa itu terjadi di sekolah. Kalau memang ada empati [pihak sekolah] datang ke rumah jelaskan, maka kami sebagai orang tua maka bakal jatuh hatinya," tutur Tanu.
Tanu melanjutkan, sebenarnya korban dan teman-temannya hendak mengerjakan tugas golongan di rumah salah satu temannya. Namun, atas saran dari orang tua dan pembimbing mereka jadinya mengerjakan tugas itu di sekolah.
"Namun, atas saran orang tua temannya nan juga pembimbing di sekolah, mereka memutuskan mengerjakan tugas di sekolah lantaran dijanjikan bakal disediakan tempat. Tapi saat di sekolah, rupanya kelas terkunci sehingga mereka mengerjakan tugas di rooftop lantai empat," ujarnya.
Karena merasa tidak ada itikad baik dari sekolah, sekarang pihak family korban pun mengadukan kejadian tersebut ke Polrestabes Surabaya, dan diterima sebagai laporan masyarakat dengan nomor LPM/549/IV/2025/SPKT/POLRESTABES SURABAYA.
Sementara itu di sisi lain, Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni (IKA) sekaligus Tim Advokasi Yayasan Mardiwiyata dan SMP Katolik Angelus Custos, Tjandra Sridjaja menilai kejadian itu merupakan kesalahan SSH sendiri. Hal tersebut, kata dia, berasas rekaman CCTV.
"Dari CCTV nan kami lihat dan bukti nan ada, kami tidak memandang adanya unsur pidana. Ini semua betul-betul kecelakaan dan jika boleh saya katakan, ini kesalahan dari korban sendiri. Kalau saya katakan lebih jauh lagi, ini tentu tidak baik," kata Tjandra saat konvensi pers, Sabtu (10/5).
Tjandra mengeklaim, dalam rekaman CCTV juga, dia menyebut SSH merangsek masuk ke area AC outdoor, nan sebenarnya sudah dihalangi dengan pagar pembatas setinggi sekitar satu meter.
"Kemudian nggak tahu kenapa, SSH mencoba melewati pagar ke tempat AC. lantaran tidak bisa, akhirnya dia memilih lewat pagar samping," ucapnya.
Saat itu, kata Tjandra, SSH juga terekam tak mengenakan dasar kaki, dia kemudian diduga menginjak kabel AC nan terkelupas hingga akhirnya tersengat listrik.
"Di situ dia sudah terekam tidak menggunakan sepatu. Kebetulan saat itu juga baru selesai hujan. sehingga ada genangan air. Dari CCTV, terlihat SSH seperti menginjak kabel listrik nan terkelupas," ujarnya.
SSH lampau dibawa oleh teman-temannya ke rumah sakit dengan mobil sekolah. Ia kemudian dinyatakan meninggal dunia. Dia lampau dimakamkan pada 30 April 2025.
Tjandra menyatakan awalnya family SSH mengaku menerima. Namun dua pekan setelahnya pihak sekolah baru mengetahui bahwa ayah korban mempermasalahkan dan melapor ke kepolisian.
"Setelah dimakamkan tanggal 30 [April 2025], dari pihak family tidak ada masalah. Tapi dua minggu kemudian, mereka baru permasalahkan," ucapnya
Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Rina Shanty Dewi mengatakan, pihaknya tengah memeriksa sejumlah saksi atas peristiwa tersebut.
"Sudah dilakukan penjelasan saksi-saksi sebanyak lima orang termasuk dari pihak sekolah," ujar Rina.
(frd/sfr)
[Gambas:Video CNN]