ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Sektor pertanian kembali menunjukkan taji sebagai salah satu penopang utama ekonomi nasional. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sektor ini menyumbang 11,31% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sepanjang 2024.
"Kontribusi ini menempatkan sektor pertanian sebagai penyumbang ketiga terbesar terhadap PDB, setelah sektor perdagangan dan industri pengolahan," ujar Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, di Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Pencapaian ini membikin pertanian melampaui sektor bangunan dan pertambangan dalam kontribusi ekonomi. Sejumlah komoditas unggulan seperti tembakau, kakao, dan kopi menjadi tulang punggung performa positif ini. Selain menopang sektor pengolahan, komoditas tersebut juga membuka lapangan kerja baru dan memperkuat industri hilir dalam negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kementerian Pertanian pun terus mendorong penguatan ekosistem komoditas unggulan. Plt. Dirjen Perkebunan Kementan Heru Tri Widarto menjelaskan, pihaknya telah menyalurkan support perangkat pascapanen serta mendorong kemitraan antara petani dan industri, khususnya di sektor tembakau.
"Dengan kemitraan nan kuat, petani bisa mendapatkan akses pasar, teknologi, modal, dan pelatihan. Ini diharapkan bisa meningkatkan kualitas dan kesejahteraan petani," katanya.
Heru menambahkan, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) juga menjadi instrumen krusial dalam mendongkrak kesejahteraan petani. Dana ini disalurkan untuk program nan langsung menyasar peningkatan produktivitas dan daya saing petani tembakau.
Di sisi lain, CEO Center for Indonesia Policy Studies (CIPS), Anton Rizki Sulaiman, mengingatkan pentingnya kebijakan ekonomi nan berpihak pada produsen dalam negeri. Ia menilai kebijakan proteksionis justru bisa menjadi bumerang bagi industri pengolahan.
"Fokus harusnya pada insentif nan membikin industri bisa membeli komoditas dengan nilai bersaing, tapi tetap menguntungkan petani," jelas Anton.
Anton juga menyoroti lemahnya sistem info di sektor perkebunan. Ia menyebut perlunya pembenahan dalam pengumpulan info dari dua sumber utama, ialah perkebunan besar milik negara dan swasta serta perkebunan rakyat.
"Tanpa info nan akurat, kebijakan bisa meleset dari sasaran," tutupnya.
(rrd/rrd)