ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Harga emas di Indonesia saat ini terus mengalami kenaikan. Kini, nilai 1 gram emas menyentuh nomor Rp1,9 juta lebih. Semakin mengkilaunya nilai emas, membikin orang tertarik menjadikan logam mulia tersebut sebagai investasi menjanjikan di tengah ketidakpastian ekonomi.
Namun, untuk memperolehnya seseorang kudu merogoh kocek dalam. Terus meningkatnya nilai emas berbanding terbalik dengan kondisi ratusan tahun lampau di masa Kerajaan Hindu Budha. Saking murahnya, penduduk Jawa sampai membeli emas dalam jumlah besar untuk keperluan perhiasan, kebutuhan sehari-hari hingga estetik.
Murahnya nilai emas di Jawa masa Hindu Budha sejalan dengan melimpahnya emas di Nusantara. Kala itu, di Nusantara, tepatnya Pulau Sumatera, sudah dikenal sebagai surga emas. Bahkan, Sumatera juga disebut pulau emas lantaran punya kandungan emas sangat melimpah.
Masyarakat Jawa antik biasa memperoleh emas dari pulau di Barat Nusantara itu. Dorongan mempunyai emas juga sejalan dengan dugaan masyarakat Jawa Kuno terhadap logam mulia tersebut nan punya nilai religius dan aspek estetik nan berbentuk menarik.
Memang tak diketahui berapa nilai emas. Tapi, pemakaian emas oleh masyarakat dapat terlihat dari kebiasaan mereka menggunakan emas dalam kehidupan sehari-hari.
Berbagai catatan menunjukkan di era Majapahit (1293-1527 M), misalnya, para bangsawan kerap mempunyai emas dalam jumlah besar. Berbagai barang dilapisi oleh emas, mulai dari kereta hingga kipas.
Selain itu, sebagaimana dipaparkan Stuart Robson dalam Desawarna by Mpu Prapanca (1995), kerajaan Daha nan sezaman dengan Majapahit juga punya kebiasaan serupa. Dia menyoroti kebiasaan putri dari Raja Daha nan kerap menggunakan kereta berlapis emas.
Lalu, arkeolog Slamet Mulyana dalam Menuju Puncak Kemegahan (2012), menceritakan gimana emas menjadi peralatan dambaan di era Majapahit semua orang seperti nan ditulis oleh Empu Prapanca dalam Nagarakertagama.
"Ia mau sama dengan empu Winada nan bercita-cita mengumpulkan banyak duit dan emas," tulis Prapanca, ditulis ulang oleh Slamet Mulyana dikutip Sabtu (12/4/2025).
Kegemaran mengoleksi emas juga tak hanya buat estetika, tapi juga transaksi perdagangan. Erwin Kusuma dalam Uang Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya (2021) mencatat, masyarakat Jawa antik lazim menggunakan emas dalam transaksi perdagangan di pasar. Hanya saja, transaksi melalui emas digunakan dalam skala besar, seperti jual-beli tanah, bukan transaksi di pasar.
Kepemilikan emas masyarakat juga disoroti para penjelajah asing. Penjelajah China, misalnya, disebut dalam Nusantara dalam Catatan Tionghoa (2009) memandang emas bertaburan di Pulau Jawa. Saat menyantap makanan tak sedikit masyarakat menggunakan peralatan berbahan emas.
Masyarakat umum juga tak hanya tercatat sebagai penikmat emas, tapi juga kreator emas. Dahulu banyak masyarakat berprofesi sebagai kreator perhiasan alias pande emas. Dari tangan mereka, emas dibentuk sedemikian rupa hingga berbentuk penggambaran manusia, hewan, alias ilustrasi lain.
Seiring waktu, kebiasaan menggunakan emas terus berlanjut. Namun, saat runtuhnya kerajaan antik dan kemunculan kolonialisme, terjadi perubahan pola hidup. Di titik ini perhiasan emas banyak dilebur dan tak sedikit menjadi kekayaan karun terpendam nan tetap ditemukan sampai sekarang.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Emas Banyak Diburu Investor Hingga Bank Sentral Dunia
Next Article Video: Harga Emas Makin Berkilau, Saham Emitennya Ikut Melambung?