ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Partisipasi publik menjadi bagian krusial dalam penyusunan Undang-Undang. Karenanya, pemerintah perlu membuka lebar seluas-luasnya keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukan UU.
Hal tersebut menjadi poin krusial nan dipaparkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI sekaligus Bendahara Umum DPP Partai Golkar, Sari Yuliati, dalam sidang skripsinya di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (FH UKI), Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Dalam skripsinya berjudul "Implementasi Partisipasi Publik dalam Penyusunan Undang-Undang di DPR RI (Studi Kasus: UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP)", Sari Yuliati menguraikan bahwa dalam menyusun UU KUHP, nan menjadi pegangan DPR adalah UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Perundang-Undangan (UU PPP).
Selama ini, pembuatan UU di DPR seringkali disebut mengabaikan kepentingan publik. Bahkan, dalam proses pembuatan sejumlah UU seringkali diprotes dan ditolak lantaran argumen mengabaikan kewenangan masyarakat perihal keterlibatannya. Hal ini tentu bakal berakibat pada produk UU nan dihasilkan.
Politisi partai pohon beringin ini mencoba menganalisis proses penyusunan dan pembentukan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP dengan referensi UU PPP. Digunakan teori legislasi dalam penelitian ini untuk memandang serangkaian proses dalam pembuatan peraturan per-UU.
Selain itu, teori legislasi tersebut juga coba dilengkapi dengan teori partisipasi publik untuk memandang lebih dalam gimana keterlibatan publik pada pembentukan peraturan per-UU.
Dirinya menemukan bahwa meskipun serangkaian proses telah dilakukan dalam penyusunan UU KUHP, bakal tetapi tetap terdapat perdebatan di masyarakat nan tak luput dari kritik sebagaimana corak dari partisipasi publik.
Hasil penelitian tersebut merekomendasikan kepada pemerintah untuk semestinya tidak membatasi keterlibatan masyarakat dalam pembentukan UU.
"Partisipasi publik (meaningful participation) sekurang-kurangnya dipenuhi dalam tahap pengajuan RUU, pembahasan serta persetujuan berbareng antara DPR dan Presiden," kata Sari Yuliati dihadapan pengetes nan terdiri dari I Dewa Ayu Widyani, SH., MH (Ketua), Dr. Tomson Situmeang, SH., MH dan Dr. Jimmy Simanjuntak, SH., MH (Anggota).
Baginya, partisipasi publik terbuka dalam setiap tahap penyusunan UU menunjukkan pengakuan terhadap eksistensi dan kelancaran munculnya regulasi.
"Perlu dipahami bahwa UUD NRI 1945 dan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua UU Nomor 12 Tahun 2011, telah menjamin kewenangan masyarakat dalam berpartisipasi. Karena itu, pemerintah perlu membuka seluas-luasnya keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukan UU. Dalam perihal ini keterlibatan masyarakat merupakan bagian dari kewenangan nan dijamin oleh UU PPP," jelasnya.
Anggota DPR RI dari dapil NTB 2 ini menegaskan, untuk melahirkan UU nan sesuai dengan asas keterbukaan, maka proses pembentukannya kudu ada partisipasi nan berarti oleh publik.
"Persoalannya partisipasi publik nan berarti kudu bisa menjangkau beragam pihak. Meski disadari cukup kesulitan untuk dapat mengakomodir semua pihak mengingat Indonesia mempunyai jumlah dan keragaman masyarakat nan besar. Di satu sisi, pemerintah dan DPR merasa sudah mendengarkan masukan dan melibatkan masyarakat. Sebaliknya publik merasa belum dilibatkan. Di sinilah pentingnya partisipasi publik nan bermakna," urainya.
Ditegaskannya, pembentukan UU dinilai aspiratif andaikan dalam prosesnya memperhatikan aspirasi masyarakat.