ARTICLE AD BOX
detikai.com
Rabu, 12 Mar 2025 10:30 WIB
Jakarta, detikai.com --
Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) menjadi sorotan usai kepolisian Filipina menangkap mantan Presiden negara itu Rodrigo Duterte di Manila pada Selasa (11/3).
Penangkapan Duterte merupakan kemenangan krusial bagi ICC tetapi sekaligus menunjukkan kelemahan mereka: keterbatasan wewenang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski yurisdiksi ICC luas, pengadilan internasional ini tak bisa melakukan penangkapan sendiri. Mereka berjuntai ke kerja sama pemerintah nasional untuk melaksanakan surat perintah penangkapan, demikian dikutip New York Times.
Karena mengandalkan kerja sama pemerintahan nasional sehingga sangat berangkaian erat dengan situasi politik dalam negeri. Beberapa kepala negara nan didakwa ICC melakukan kejahatan kemanusiaan hingga kejahatan perang bebas melenggang di negaranya meski ada surat perintah penangkapan.
Misalnya Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Mereka dituduh melakukan kejahatan perang satu di Ukraina dan satu lagi di Palestina.
Namun, Putin dan Netanyahu mempunyai pengaruh dan modal politik nan sangat kuat di negara nan dipimpin, sehingga kepolisian setempat enggan menangkap mereka.
Penangkapan Duterte terjadi lantaran dia sudah tidak menjabat lagi dan secara politik lemah. Sebaliknya, tampaknya tidak ada kesempatan sama sekali surat perintah bakal mempan untuk Putin alias Netanyahu.
Di atas kertas, ICC punya kewenangan memerintah penangkapan siapa saja nan diduga telah melakukan kejahatan nan tercantum dalam Statuta Roma dan merupakan penduduk dari negara personil pengadilan ini alias melakukan kejahatan di wilayah salah satu negara anggota.
Namun dalam praktiknya, pengadilan hanya punya sedikit alias tidak sama sekali untuk mengejar pemimpin nan sedang menjabat, alias orang-orang nan berada di bawah perlindungan mereka.
Profesor dari University College London nan mempelajari akuntabilitas atas kekejaman massal, Kate Cronin Furman, mengatakan situasi nan sempit ini menciptakan langkah bagi ICC untuk bertindak.
"Kita tak bisa mengharapkan lembaga baru untuk secara substansial melawan operasi kekuasaan, alias kepentingan nan mengakar dari para tokoh nan berkuasa," kata Furman.
"Namun, nan kami harapkan adalah mereka bakal melakukan penyesuaian di sepanjang batas, dan seiring waktu menggeser keadaan ke arah bumi nan lebih adil," imbuh dia.
(bac/isa)