ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Indonesia sering disebut sebagai salah satu negara dengan jumlah bahasa terbanyak di dunia. Namun, rupanya jumlah bahasa di tanah air masih kalah dibanding negara tetangga RI, Papua Nugini.
Menurut IFL Science, Papua Nugini adalah negara dengan ragam bahasa paling banyak di dunia. Kini, ada sekitar 840 bahasa nan dituturkan oleh masyarakat Papua Nugini, alias sekitar 10 persen dari total seluruh ragam bahasa di dunia. Negara nan berbatasan langsung dengan provinsi Papua, Papua Pegunungan dan Papua Selatan ini padahal cuma dihuni oleh 10 juta penduduk. Sebagai perbandingan, Indonesia disebut mempunyai 718 bahasa.
Papua Nugini secara resmi punya tiga bahasa nasional ialah Hiri Motu, Tok Pisin dan Inggris. Inggris menjadi bahasa resmi sebagai warisan dari era kolonial. Sebelum merdeka pada 1975, Papua Nugini adalah wilayah protektorat Inggris sejak abad ke-19 dan sempat menjadi bagian dari Australia.
Tok Pisin alias "bahasa burung" adalah bahasa campuran nan sebagian besar diserap dari bahasa Inggris. Bahasa ini "diciptakan" oleh sekelompok pekerja asal Melanesia, Malaysia, dan China nan beranjak ke wilayah Papua Nugini untuk bekerja di ladang tebu pada abad ke-19. Meskipun pengaruh terbesar muncul dari bahasa Inggris, Tok Pisin menyerap kosa kata dan struktur nan bercampur kombinasi antara bahasa asing dan bahasa original Papua Nugini.
Di sisi lain, Hiri Motu adalah ragam dari Motu, bahasa Autronesia nan diuturkan di wilayah sekitar di Port Moresby. Tak seperti Tok Pisin, bahasa ini tak terlalu banyak terpengaruh oleh bahasa Inggris. Namun, berevolusi dengan tata bahasa dan kosa kata nan lebih sederhana supaya memudahkan komunikasi antar penutur bahasa original Papua Nugini nan lain.
Di luar tiga bahasa resmi itu, Papua Nugini punya ratusan bahasa original lainnya nan berakar dari keragaman budaya dan etnis. Selain di wilayah pulau Papua, Papua Nugini juga meliputi wilayah ratusan kepulauan di Samudra Pasifik. Di wilayah pulau Papua, Papua Nugini juga diwarnai oleh rimba lebat dan pegunungan nan menyulitkan perpindahan masyarakat dan percampuran budaya. Hasilnya, tiap wilayah punya bahasa dan kebudayaan nan sangat berbeda.
Saking sulitnya terjadi pertemuan antar penduduk, sebuah penelitian nan dilakukan pada 2017 apalagi menemukan bahwa keragaman genetika di populasi Papua Nugini sangat tinggi.
"Studi kami mengungkap perbedaan genetika antara golongan masyarakat di sana sangat besar, apalagi lebih besar dibanding keragaman antar populasi utama di Eropa alias di Asia Timur," kata Anders Bergstrom dari Wellcome Trust Sanger Instutute.
Bergstorm mengungkapkan bahwa "perpisahan genetika" antara populasi nan tinggal di pegunungan dan dataran rendah di Papua Nugini terjadi sejak 10.000 hingga 20.000 tahun nan lalu.
"Ini masuk logika secara budaya, lantaran golongan nan tinggal di dataran tinggi biasanya lebih suka terpencil, tetapi perbedaan genetika antara masyarakat nan secara geografis jaraknya berdekatan, sangat mengagumkan," kata Stephen J. Oppenheimer nan melakukan penelitian berbareng Bergstorm.
(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini: