ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Indonesia bakal mendapat tambahan pinjaman biaya dari Bank Dunia alias World Bank untuk realisasi program penataan tata ruang ialah Integrated Land Administration and Special Planning Program (ILAS PP). Untuk menjalankan program tersebut, RI sebelumnya telah menerima pinjaman lunak sebesar US$ 653 juta alias sekitar Rp 10,97 triliun (kurs Rp 16.800).
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan, ILAS PP merupakan program kerja sama nan melibatkan 3 instansi, antara lain Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Informasi Geospasial (BGI). Dukungan loan dari Bank Dunia sudah diteken, dengan pekerjaan selama 5 tahun.
"Total loan-nya adalah US$ 653 juta, secara bersama-sama 3 kementerian, dan bakal ditambah oleh Bank Dunia tahun depan lantaran ada 2 kementerian berasosiasi ialah Kementerian Kehutanan dan Kementerian Transmigrasi," kata Nusron, dalam Rapat Kerja (Raker) berbareng Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (21/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Nusron tidak menyebut berapa besar tambahan loan itu. Ia menjelaskan, pendanaan ini bakal dipergunakan untuk melanjutkan beberapa program, antara lain percepatan perencanaan tata ruang nan responsif terhadap perubahan iklim, ialah percepatan program Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
"Ditargetkan sampai tahun 2028 kudu sampai pada 2.000 RDTR se-Indonesia. Dalam rangka untuk memudahkan pelayanan suasana investasi," ujarnya.
Kemudian berikutnya adalah penguatan kewenangan atas tanah dan pengelolaan lanskap. Salah satu programnya adalah sosialisasi dan pendaftaran tanah ulayat. Selanjutnya percepatan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), serta pengukuran batas-batas antara wilayah hutan, wilayah transmigrasi, dan wilayah Areal Penggunaan Lain (APL), agar tidak tumpang tindih pada kemudian hari.
Berikutnya adalah program pemisah desa. Nusron menjelaskan, program pemisah desa ini dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Lalu ada juga sistem info pertanahan dan penilaian nan dilakukan oleh ATR/BPN.
Selanjutnya ada program peta dasar skala besar untuk tindakan suasana alias nan disebut dengan One Map Policy, dengan pelaksana BIG. Nusron mengatakan, pada tahun 2024 lampau baru diselesaikan One Map Policy skala besar ialah 1 : 5 ribu di wilayah Sulawesi. Rencananya di tahun ini bakal dikembangkan di Kalimantan dan Pulau Jawa, di 2026 di Sumatera dan area Nusa Tenggara, lampau 2027 masuk di area Maluku dan Papua.
"Kalau sudah ada peta besarnya, ini untuk memudahkan pemerintah kabupaten dan kota menyusun RDTR. Karena ongkos dan biaya RDTR, 1 RDTR biasanya itu antara Rp 3 sd 5 miliar, komponen terbesarnya adalah menyusun peta 1 : 5 ribu. Karena jika tidak ada RDTR dan sebagainya, proses pengajuan izin terutama KKPR menjadi kesulitan dan menjadi lambat," terangnya.
Lalu nan kelima adalah manajemen proyek dan pengembangan kapasitas. Nusron mengatakan, sejak 14 April 2025 hingga hari ini, program tersebut sudah mulai diselenggarakan dengan Bank Dunia. Hanya ada sedikit kendala, ialah proses manajemen penganggaran masuk ke APBN agak sedikit molor lantaran beberapa hambatan efisiensi kemarin.
Sebagai informasi, sebelumnya Nusron juga pernah membahas tentang loan dari Bank Dunia tersebut. Untuk kementerian nan dipimpinnya, menerima biaya pinjaman sebesar US$ 353 juta alias setara Rp 5,7 triliun.
Nusron mengatakan, biaya tersebut bakal dialokasikan untuk penyusunan rencana perincian dan tata ruang (RDTR) hingga pemetaan tanah, terutama untuk pemetaan tanah nan memang belum dipetakan.
"Kita US$ 353 juta. Itu (dana) pertama untuk penyusunan RDTR. Kemudian nan kedua untuk peta kadastral. Terutama untuk pemetaan tanah-tanah nan belum ada petanya," kata Nusron saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Jakarta Pusat, Rabu (8/1).
Dia juga menjelaskan anggaran itu digunakan untuk tapal pemisah dengan area rimba dan lahan transmigrasi. Selain itu, Nusron menyebut pemetaan dan pendaftaran tanah adat.
"Tapal pemisah dengan transmigrasi agar nggak tabrakan dengan lahan transmigrasi. Kemudian pemetaan dan pendaftaran tanah budaya ulayat agar nggak terjadi masalah. Kemudian sistem info pertanahan. Udah itu aja," imbuh Nusron.
(acd/acd)