Rezeki Sudah Diatur, Orang Ini Dapat Harta Karun Rp6 M Main Di Sungai

Sedang Trending 2 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com - Kisah tak disangka datang dari Kalimantan Tengah. Pada Desember 1954, seorang penduduk nan tengah berenang di tepian Sungai Barito tanpa sengaja menemukan kekayaan karun, ialah sebuah batu nan rupanya adalah permata berbobot fantastis.

Dilaporkan Harian Merdeka (25 Desember 1954), permata tersebut mempunyai berat 30 karat dan dihargai Rp500 ribu di pasar kala itu. Jangan remehkan nomor itu, pada 1954 satu gram emas dihargai sekitar Rp86. Artinya, duit Rp500 ribu setara dengan 5,8 kilogram emas, nan jika dikonversi ke nilai saat ini mencapai sekitar Rp6 miliar.

"Orang itu, nan sebelumnya hidup dalam kemiskinan, seketika berubah menjadi sangat kaya," tulis Harian Merdeka.

Ternyata, kejadian menemukan permata di Sungai Barito bukanlah kejadian langka. Masih dari laporan nan sama, beberapa penduduk lainnya juga beruntung menemukan permata dengan karat bervariasi, mulai dari 22 hingga 50 karat, dengan nilai jual hingga Rp850 ribu.

Banyaknya penemuan ini apalagi melahirkan pekerjaan baru: para pemburu permata nan menyusuri sungai-sungai di Kalimantan.

Kalimantan, Surga Berlian Dunia

Penemuan permata di Kalimantan sebetulnya sudah dikenal sejak lama. Penjelajah Portugis Tome Pires, dalam catatannya Suma Oriental menyebut Kalimantan (yang dijuluki Pulau Khatulistiwa) sebagai wilayah penghasil permata unggulan. Kota-kota pelabuhan seperti Banjar (Kalimantan Selatan) dan Lawe (Kalimantan Barat) dikenal sebagai pusat perdagangan permata untuk ekspor.

Pires apalagi menyebut permata Kalimantan sebagai nan terbaik di dunia, kualitasnya tak tertandingi wilayah lain mana pun. Tak hanya Pires, Thomas Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 1811-1816) juga mencatat kemudahan menemukan permata di Kalimantan. Dalam History of Java (1817), Raffles menyebut permata bisa ditemukan di sungai, kaki bukit, hingga dataran biasa. Semakin dalam digali, semakin bagus pula kualitasnya.

Tak heran, sejak abad ke-18, kolonialis Eropa menjadikan permata Kalimantan sebagai komoditas penting, selain rempah-rempah. Tercatat, sejak 1738, Belanda mengekspor permata senilai US$200 ribu hingga US$300 ribu per tahun, mempercantik perhiasan para bangsawan dunia.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG & Rupiah Kompak Menguat Hingga Kabar Baik dari AS

Next Article Harta Karun Rp 15 T Diambil Pemerintah, Penemu Malah Dibiarkan Melarat

Selengkapnya