ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Wacana laten kebangkitan Dwifungsi ABRI menguat lagi seiring Revisi UU TNI nan tengah dilakukan DPR berbareng pemerintah. ABRI alias Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sekarang sudah berubah jadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) sejak reformasi 1998.
Sebagai catatan rumor kemunculan Dwifungsi ABRI sudah ada setidaknya sejak dua tahun lampau ketika pengesahan UU 20/2023 tentang ASN. Perubahan UU ASN itu mengatur prajurit TNI dan Polri boleh mengisi kedudukan sipil.
Dan, belakangan rumor wacana dwifungsi militer itu menguat lagi lewat revisi UU TNI nan ditargetkan pemerintah bisa selesai sebelum reses DPR pada 21 Maret pekan depan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu nan mendapat 'lampu sorot' publik dalam revisi UU TNI itu adalah draf Pasal 47 nan mau menambah jumlah lembaga dapat diisi prajurit TNI. RUU TNI itu memuat usulan ekspansi kementerian/lembaga nan boleh diduduki prajurit aktif jadi 15 dari semula 10. Tambahan lima pos baru nan bisa ditempati TNI aktif itu meliputi kelautan dan perikanan, keamanan laut, BNPB, BNPT, dan Kejaksaan Agung.
Koalisi masyarakat sipil menilai Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TNI nan telah disetor ke DPR tetap mengandung pasal-pasal bermasalah serta berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan menguatnya militerisme.
Namun, pemerintah hingga TNI sudah membantah soal rumor bakal kembalinya dwifungsi ABRI nan melanggengkan pemerintahan Presiden kedua RI Soeharto alias Orde Baru selama 32 tahun. Orde Baru itu runtuh oleh gelombang reformasi pada 1998.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan perubahan dalam Revisi UU TNI Nomor 34 Tahun 2024 tidak bakal mengubah prinsip supremasi sipil di Indonesia.
"TNI berkomitmen untuk menjaga keseimbangan peran militer dan otoritas sipil dengan tetap mempertahankan prinsip supremasi sipil serta profesionalisme militer dalam menjalankan tugas pokoknya," katanya.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan ada empat poin pokok objek perubahan RUU TNI nan telah diserahkan pemerintah kepada DPR. Pertama, penguatan dan modernisasi alutsista. Kedua, memperjelas batas penempatan TNI dalam tugas non militer di lembaga sipil. Ketiga, peningkatan kesejahteraan prajurit. Terakhir, mengatur pemisah usia pensiun TNI.
Namun, Sjafrie menegaskan revisi hanya bakal menyasar tiga pasal. Masing-masing Pasal 3 soal kedudukan TNI, Pasal 47 mengenai penempatan TNI di lembaga sipil, dan Pasal 53 mengenai masa pensiun.
Lantas gimana kesempatan terjadinya Dwifungsi ABRI Jilid II akibat Revisi UU TNI?
Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi memandang belum ada potensi ataupun indikasi Revisi UU TNI bermaksud untuk mengembalikan Dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru.
Berdasarkan usulan revisi nan disampaikan pemerintah, dia menyebut ada dua konsentrasi utama nan hendak diatur ialah mengenai penempatan prajurit aktif di lima kementerian dan lembaga serta penundaan pemisah usia pensiun alias masa aktif.
Pada poin pertama, dia menilai sejatinya bukan merupakan perihal nan baru. Pasalnya selama ini personil TNI memang sudah ditempatkan pada Kementerian Kelautan Perikanan, BNPT, Bakamla, Kejaksaan Agung, dan BNPB
"Ini bukan sesuatu nan baru, lantaran prajurit TNI selama ini memang sudah ditempatkan di lembaga-lembaga tersebut, hanya saja belum mempunyai dasar norma nan definitif dalam UU TNI," jelas Khairul Fahmi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (14/3).
Senada, Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro memandang belum ada potensi terjadinya Dwifungsi ABRI Jilid II seperti Orde Baru. Mengingat, kata dia, revisi hanya dilakukan terbatas pada lima Kementerian dan Lembaga.
Di sisi lain, dia menilai perihal itu juga tetap dalam pemisah wajar lantaran kementerian dan lembaga nan bakal ditempati memang mempunyai irisan bagian dan keahlian dengan TNI.
"Jadi mungkin ada kebutuhan di kementerian mengenai soal kehadiran TNI di sana. Karena basisnya perlu pengalaman operasi, pengalaman tempur ataupun pengalaman nan berangkaian dengan bumi militarisme," tuturnya.
"Sehingga jika hanya batas itu, tetap masuk di logika saya. Jadi enggak apa-apa, tapi hanya di bagian itu saja nan memang butuh keahlian militer seperti contohnya BNPT mengenai terorisme," imbuhnya.
Penyesuaian izin berjalan
Meskipun ada potensi ekspansi peran militer di ranah sipil, Fahmi memandang revisi kali ini lebih merupakan penyesuaian izin terhadap realitas nan sudah berjalan.
Fahmi menilai penempatan prajurit aktif di 5 lembaga tersebut juga bermaksud meningkatkan efektivitas kerja dan koordinasi antara TNI dengan lembaga terkait.
"Jika memandang substansi revisi sejauh ini, tidak ada indikasi langsung bahwa revisi UU TNI bermaksud mengembalikan Dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru," jelasnya.
"Dwifungsi ABRI dulu berfaedah keterlibatan militer dalam ranah politik dan pemerintahan secara institusional, termasuk penempatan perwira aktif di kedudukan politik seperti menteri, gubernur, alias bupati tanpa kudu pensiun," imbuh Fahmi.
Baca laman selanjutnya.