Review Film: Nosferatu

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

img-title

Bila tak ada aspek teknis nan bagus dan akting gila Lily-Rose Depp, Nosferatu (2024) sebenarnya membosankan.

Jakarta, detikai.com --

Nosferatu menjadi salah satu movie seram dengan cita rasa berbeda nan pernah saya lihat. Tak banyak movie seram nan mempunyai cita rasa estetika seperti nan ditunjukkan Robert Eggers dan tim dalam movie ini.

Saya apalagi lebih menikmati visual, penggunaan bahasa dalam dialog, kostum juga riasan, set dan kreasi produksi, hingga sinematografi dalam movie ini dibanding dengan ceritanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cerita Nosferatu yang ditulis dan digarap Robert Eggers tak jauh berbeda dengan kisah-kisah si manusia penghisap darah lainnya nan berasal dari novel Bram Stoker. Hampir seluruh babak ceritanya pun tak berbeda.

Memang ada perbedaan cukup besar antara Nosferatu dan Dracula meski dari sumber nan sama, terutama dari level seram si makhluk jahat tersebut dan gimana mereka disampaikan secara visual kepada penonton.

Namun aspek teknis nan menonjol dalam Nosferatu (2024) ini terlalu bagus untuk diabaikan. Bahkan jika tak ada aspek teknis tersebut, movie ini sebenarnya membosankan.

Bayangkan saja, Nosferatu didominasi dengan warna terang bulan nan sendu dan cerita lambat dengan minim jumpscare selama lebih dari dua jam. Adrenalin saya jelas tak bakal bisa sebergejolak Lily-Rose Depp saat kerasukan seperti pada movie ini.

Meski begitu, Eggers melakukan keputusan tepat dalam menulis dan mengemas Nosferatu secara lebih teatrikal dan dramatis, dengan menekankan pada dialog, sorot kamera, pemanfaatan ekspresi dan mimik, hingga permainan visual.

Nosferatu bakal mengisahkan perjalanan seorang pemasok real estat Thomas Hutter berjalan ke Transilvania pada 1830-an. Ia pergi ke sana untuk berjumpa dengan calon kliennya nan berjulukan Count Orlok.Review Nosferatu: Eggers konsisten dalam menerapkan unsur lawas dalam mengarahkan akting para pemainnya. Hal itu terlihat dari gimana hubungan terjalin antar karakter dalam movie ini, terutama Lily-Rose Depp, Emma Corin, Nicholas Hault, dan Aaron Taylor-Johnson. (dok. Focus Features via IMDb)

Eggers mungkin sadar, tak banyak nan bisa dia lakukan dalam mengadaptasi kisah klasik Dracula (1897) milik Bram Stoker dan movie klasik sumber segala movie seram modern, Nosferatu: A Symphony of Horror (1922), nan juga adalah hasil penyesuaian novel Stoker.

Kisah kedua karya tersebut sudah terlalu banyak diadaptasi, baik secara utuh, bebas apalagi ugal-ugalan, sampai hanya sepotong-sepotong saja. Termasuk, juga diadaptasi dalam beragam corak karya.

Namun keelokan style bahasa nan digunakan Eggers dalam perbincangan ini menjadi poin lebih. Dengan merujuk style bahasa Inggris abad ke-19 nan ditambah bahasa Latin, Jerman, dan Romania, percakapan dalam movie ini terasa lebih kaya dibanding movie sejenis.

Eggers juga konsisten dalam menerapkan unsur lawas tersebut dalam mengarahkan akting para pemainnya. Hal itu terlihat dari gimana hubungan terjalin antar karakter dalam movie ini, terutama Lily-Rose Depp, Emma Corin, Nicholas Hault, dan Aaron Taylor-Johnson.

Hal itu didukung dengan performa luar biasa dari Lily-Rose Depp. Depp membuktikan dirinya bukan hanya nepo-baby, tetapi memang mempunyai darah seni akting dari kedua orang tuanya, Johnny Depp dan Vanessa Paradis.

Film Nosferatu (2024). (Focus Features LLC./Maiden Voyage Pictures via IMDb)Review Film Nosferatu (2024): Nosferatu didominasi dengan warna terang bulan nan sendu dan cerita lambat dengan minim jumpscare selama lebih dari dua jam. (Focus Features LLC./Maiden Voyage Pictures via IMDb)

Depp juga tak sungkan melakukan akting nan sangat menantang, seperti bugil hingga kerasukan secara intens hingga membikin penonton ngilu. Hal itu menunjukkan totalitasnya sebagai aktris sekaligus pengaruh style Prancis nan kuat dari garis darah ibunya.

Bagi saya, Depp berkuasa untuk mendapatkan pengakuan lebih atas aktingnya berkah movie ini. Bahkan, bagi saya aktingnya jauh lebih memukau dibanding Kara Sofia Gascon dalam Emilia Perez. Plus, Depp juga tak banyak kontroversi di luar urusan akting.

Meski begitu, saya percaya Depp bakal mempunyai lebih banyak kesempatan bagus di masa depan. Bukan tak mungkin, Depp bakal mengikuti jejak ayahnya sebagai tokoh karakter nan lihai dan bisa melumat seluruh karakter nan diberikan kepadanya.

Pemain berikutnya nan tampil memukau dalam movie ini adalah Bill Skarsgard. Entah lantaran pengalamannya menjadi Pennywise alias memang dia terlahir untuk memerankan sosok monster, Count Orlok sangat cocok dimainkan oleh tokoh Swedia ini.

Tapi mungkin juga lantaran Robert Eggers memilih tak menggambarkan Orlok sebagai makhluk tua kaku dan bermuka asing seperti dalam movie aslinya.

[Gambas:Youtube]

Robert Eggers memilih corak nan lebih seperti monster jelek rupa untuk sosok Count Orlok. Hal itu mengingatkan saya saat David Yates memutuskan menggambarkan Lord Voldemort dalam beberapa movie terakhir saga Harry Potter.

Penggambaran Eggers itu pun tak bakal bisa sempurna tanpa tim artistik, seperti tim rias dan kostum nan bekerja dengan sangat baik, prostetik nan apik, pengaruh visual nan mulus, dan set produksi nan sangat menunjang cerita.

Selain dari aspek visual termasuk sinematografi nan bagus karya Jarin Blaschke dan dibantu Louise Ford sebagai editor, perihal nan saya suka dari Nosferatu adalah scoring dan tata bunyi nan dipimpin oleh Robin Carolan.

Carolan memberikan unsur creepy nan pas, sesuatu dari movie seram nan saya rindukan di antara setumpuk karya artistik dalam Nosferatu. Bagi saya, scoring dari Carolan adalah nan tetap menyadarkan saya bahwa Nosferatu merupakan movie horor.

[Gambas:Video CNN]

Terlepas dari aspek teknis, bagi saya, Nosferatu tetap bisa dinikmati baik dengan alias tanpa segmen seksual nan memang dibawa cukup banyak oleh Eggers. Eggers tampak mau membawa unsur seksualitas sebagai 'mecin' dalam movie ini, nan mana sebenarnya serupa-tapi-tak-sama dengan seram Indonesia beberapa dasawarsa lalu.

Namun bagi saya, penampilan Lily-Rose Depp tetap sempurna tanpa kudu bogel di depan kamera, serta kisah si vampir Orlok tetap menakutkan tanpa kudu menunjukkan ada nan menjuntai dan membikin netizen kepo.

Hanya saja, seusai menyaksikan Nosferatu, saya sadar saya lebih butuh 'mecin' jumpscare dibanding seksualitas dalam movie ini, sehingga saya bisa cukup ketakutan seperti anak-anak family Harding setiap malam.

(end)

Selengkapnya