Restoran Dan Kafe Di Jogja Diminta Tak Putar Musik Tanpa Lisensi

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Kementerian Hukum (Kemenkum) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta para pemilik restoran dan kafe di provinsi tersebut tidak lagi memutar musik alias lagu dari sumber tak resmi alias tanpa lisensi.

"Kami mengimbau seluruh pemilik resto dan kafe agar tidak lagi menggunakan musik dari sumber tidak resmi, termasuk pemutar pribadi, flashdisk, alias jasa daring nan tidak mempunyai lisensi," kata Kepala Kanwil Kemenkum DIY Agung Rektono Seto dalam keterangannya di Yogyakarta, Minggu (27/7).

Menurut Agung, musik nan diputar di tempat upaya tergolong pemanfaatan komersial dan wajib mempunyai izin dari pemilik kewenangan cipta alias Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Menurutnya tetap banyak pelaku upaya nan belum memahami bahwa penggunaan musik di area publik, termasuk di restoran dan kafe.

Padahal pemutaran musik itu tidak tergolong konsumsi pribadi. Sebab digunakan untuk menunjang suasana pelayanan, menurut dia, pemanfaatannya kudu mendapat izin resmi.

"Musik nan diputar di tempat upaya adalah corak pemanfaatan komersial nan wajib mendapatkan izin dari pemilik kewenangan cipta alias LMK," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa pelanggaran kewenangan cipta bisa berakibat pada aspek norma maupun reputasi serta keberlangsungan usaha.

"Pelanggaran kewenangan cipta musik bukan hanya berakibat pada aspek norma seperti hukuman administratif hingga pidana, tetapi juga bisa merusak reputasi upaya dan mengganggu keberlangsungan operasional," ucap Agung.

Menurutnya, menghormati kewenangan cipta merupakan bagian dari upaya membangun budaya norma di sektor ekonomi kreatif.

"Indonesia mempunyai ribuan pembuat lagu nan berkuasa mendapat royalti. Ketika sebuah lagu diputar di tempat usaha, itu bukan sekadar musik latar, tapi kerja keras nan kudu dihargai," ujarnya.

Kemenkum DIY berambisi imbauan ini bisa menjadi aktivitas berbareng para pelaku upaya dalam menciptakan ekosistem nan menghargai kewenangan cipta dan mendukung pertumbuhan industri kreatif.

Dengan menggunakan musik berlisensi, Agung berujar pelaku upaya bisa terlindungi secara norma dan pembuat lagu pun memperoleh kewenangan mereka.

"Ruang publik nan diiringi musik legal bakal menjadikan pengalaman pengguna lebih berarti sekaligus membuktikan bahwa DIY adalah wilayah nan menjunjung tinggi nilai keadilan dan penghormatan atas karya intelektual," ucapnya.

Kasus pemutaran musik alias lagu tanpa izin beberapa waktu ini menyantap 'korban', di mana bos pengelola Mie Gacoan di Bali dijadikan tersangka oleh Polda Bali lantaran perihal tersebut.

Dalam kasus itu ada delapan lagu nan dilaporkan mengenai pelanggaran kewenangan cipta. Adapun delapan lagu itu adalah lima lagu Indonesia dan tiga lagu asing.

Lagu-lagu Indonesia nan dilaporkan ialah Tak Selalu Memiliki (Lyodra), Begini Begitu (Maliq & D'Essentials), Hapus Aku (Giring Nidji), Kupu-Kupu (Tiara Andini), dan Satu Bulan (Bernadya).

Sementara lagu asing nan ikut dilaporkan adalah Firework dan Wide Awake (Katy Perry), serta Rude (Magic).

Polda Bali mengusut dugaan pelanggaran kewenangan cipta itu beraal dari pengaduan masyarakat.

"Berawal dari pengaduan masyarakat tertanggal 26 Agustus 2024 kemudian dilakukan penyelidikan, dan kemudian di tingkatkan ke investigasi sesuai dengan Laporan Polisi tertanggal 20 Januari 2025," kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Ariasandy saat dikonfirmasi, Senin (21/7).

Arisandy menerangkan laporan itu dilayangkan salah satu LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) nan ada di Indonesia ialah SELMI (Sentra Lisensi Musik Indonesia. Manajer Lisensi SELMI, Vanny Irawan melaporkan gerai upaya waralaba nan dipegang tersangka di Bali menggunakan musik dan lagu secara komersial tanpa bayar royalti.

Estimasi kerugian akibat penggunaan tanpa izin ini disebut mencapai miliaran rupiah.

CNNIndonesia.com belum mendapatkan pernyataan resmi dari pihak terlapor setelah ada penetapan tersangka dalam kasus tersebut.

(antara/kid)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya