ARTICLE AD BOX
detikai.com
Selasa, 11 Mar 2025 07:15 WIB
Jakarta, detikai.com --
Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dikabarkan menjadi buronan kepolisian internasional (interpol).
Seorang sumber anonim mengungkapkan bahwa pemerintah Filipina saat ini sedang menyiapkan sedikitnya 7.000 abdi negara kepolisian untuk menangkap sang eks Presiden.
Rencana penangkapan Duterte ini disebut sebagai corak tindak lanjut red notice dari kepolisian internasional. Red notice adalah permintaan kepada penegak norma di seluruh bumi untuk mencari dan menangkap sementara seseorang nan bakal diadili.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penangkapan Duterte sendiri berangkaian dengan penyelidikan nan digelar Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengenai dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam operasi antinarkoba Filipina di masa pemerintahan Duterte.
Pada 1 Juli 2016, sehari setelah Duterte menjabat, Kepolisian Nasional Filipina meluncurkan Project Double Barrel, sebuah kampanye antinarkoba nan digencarkan secara agresif.
Menurut catatan golongan pembela kewenangan asasi manusia, operasi antinarkoba itu menewaskan 12.000 hingga 30.000 orang dengan puncak kematian terjadi selama 2016 dan 2017. Data kepolisian sementara itu mencatat nomor nan lebih mini ialah lebih dari 6.200 jiwa.
Kelompok pembela HAM melaporkan bahwa selama periode itu, ribuan pengguna narkoba dan pedagang mini tewas dibunuh secara misterius oleh penyerang tak dikenal.
Pada waktu itu, apalagi sejak kampanye kepresidenan, Duterte berulang kali menyerukan pembunuhan para penjahat dan personil organisasi perdagangan narkoba. Duterte mengatakan penjahat dan pengedar narkoba legal untuk ditembak meninggal tanpa kudu takut dituntut.
"Saya bakal menjadi diktator ... tetapi hanya untuk melawan kejahatan, narkoba, dan korupsi di pemerintahan," kata Duterte sehari setelah pemilihan presiden Filipina 2016 lalu.
Duterte juga menegaskan bahwa dia bakal mundur dari kedudukan jika dalam enam bulan dirinya kandas memenuhi janji tersebut.
Pada 1 Juli 2016, operasi anti-narkoba Project Double Barrel pun diluncurkan.
Dipantau ketat ICC
Pada 13 Oktober 2016, sekitar empat bulan setelah operasi diluncurkan, Jaksa ICC Fatou Bensouda menyatakan keprihatinan atas laporan eksekusi di luar norma terhadap para tersangka pengguna dan pengedar narkoba di Filipina.
Bensouda mengatakan ICC bakal memantau secara ketat perkembangan di Filipina untuk menilai apakah perlu dilakukan pemeriksaan.
Duterte pun merespons di bulan berikutnya dengan menakut-nakuti bahwa dia bakal mengikuti jejak Rusia menarik Filipina dari ICC.
Pada Februari 2018, ICC akhirnya membuka penyelidikan awal terhadap situasi di Filipina. Duterte geram dan memutuskan menarik secara resmi Filipina dari ICC pada 16 Maret 2018.
Penarikan itu bertindak efektif setahun kemudian, tepatnya pada 17 Maret 2019.
Pada 15 September 2021, Kamar Praperadilan I ICC kemudian mengizinkan jaksa untuk membuka penyelidikan atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan mengenai operasi antinarkoba Duterte. Meskipun Filipina sudah menarik diri, ICC mempertahankan yurisdiksi bahwa dugaan kejahatan Duterte terjadi saat Filipina tetap menjadi anggota.
Bersambung ke laman berikutnya...