ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Bank investasi raksasa Goldman Sachs memperkirakan nilai emas dapat tembus mencapai US$ 3.000 per troy ounce pada akhir tahun 2025.
Ahli Strategi Komoditas Goldman Sachs Research, Lina Thomas mengatakan nilai emas telah naik sekitar 40% selama dua belas bulan terakhir menjadi lebih dari US$2.700 per ons lantaran bank sentral di pasar negara berkembang terus meningkatkan pembelian logam mulia tersebut.
Di sisi lain, penanammodal juga mulai memperhitungkan penurunan suku kembang dari Federal Reserve AS, lantaran emas biasanya diperdagangkan sejalan dengan suku bunga.
"Sebagai aset nan tidak menawarkan hasil apa pun, aset ini biasanya menjadi kurang menarik bagi penanammodal ketika suku kembang lebih tinggi, dan biasanya lebih diminati ketika suku kembang turun," jelas Thomas dikutip dari Fund Selector Asia, Minggu (2/2/2025).
Thomas merinci, bahwa hubungan antara perubahan nilai emas dan perubahan suku kembang tetap ada, tetapi pembelian emas batangan dalam jumlah besar oleh bank sentral telah mengatur ulang hubungan antara tingkat suku kembang dan nilai sejak tahun 2022.
Goldman Sachs memperkirakan 100 ton permintaan bentuk mengangkat nilai emas sedikitnya 2,4%. Sejak pembekuan aset bank sentral Rusia pada tahun 2022 setelah invasi Ukraina, pembelian emas oleh bank sentral pasar berkembang telah meningkat secara signifikan.
Kekhawatiran terhadap akibat hukuman finansial kemungkinan menjadi salah satu argumen bank sentral meningkatkan pembelian emas, menurut Goldman Sachs.
Thomas juga menunjukkan bahwa bank sentral di pasar maju condong mempunyai kepemilikan emas nan relatif tinggi sebagai bagian dari cadangan.
AS, Prancis, Jerman, dan Italia mempunyai simpanan emas nan mencapai 70% dari persediaan mereka, sedangkan negara-negara pasar berkembang mempunyai simpanan nan lebih kecil.
"China, misalnya, melaporkan mempunyai 5% cadangannya dalam corak logam. Melihat perihal itu, beberapa bank sentral di pasar berkembang mengejar ketertinggalan dari bank sentral di negara maju," kata Thomas.
Sementara itu, beberapa penanammodal juga cemas mengenai keberlanjutan utang AS, nan mempunyai utang sekitar US$ 35 triliun, sekitar 124% PDB-nya.
Karena banyak bank sentral nan sebagian besar cadangannya disimpan melalui obligasi Treasury AS, beberapa kreator kebijakan mungkin mulai cemas tentang akibat dari akibat fiskal di AS.
Menurut Goldman Sachs Research, penanammodal di Barat kembali ke pasar emas menjelang pemilihan presiden AS.
Emas dapat menawarkan faedah lindung nilai terhadap guncangan geopolitik potensial, termasuk meningkatnya ketegangan perdagangan, akibat subordinasi Federal Reserve, dan ketakutan utang, kata bank tersebut.
Sekalipun pembelian emas oleh bank sentral menurun, Goldman Sachs menyatakan bahwa mungkin ada persaingan untuk emas batangan dari penanammodal Barat lantaran kepemilikan biaya nan diperdagangkan di bursa emas mulai meningkat.
"Investor jangka panjang sekarang tertarik untuk menyimpan emas lantaran suku kembang sedang rendah. Pada saat nan sama, kepemilikan bank sentral kemungkinan tetap bakal terus bertambah," pungkas Thomas.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Efek Trump-Perang, Harga Emas 2025 Bisa Tembus USD 3.000/Oz
Next Article Jika The Fed Pangkas Suku Bunga, Harga & Penjualan Emas Bisa Turun?