Polemik Direksi Bumn Bukan Penyelenggara Negara, Kawendra Dpr: Kpk Tetap Punya Kewenangan

Sedang Trending 5 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta Undang-Undang (UU) BUMN Nomor 1 Tahun 2025 nan mulai bertindak 24 Februari 2025 telah memicu kontroversi. Pasal 9G UU tersebut secara tegas menyatakan direksi, komisaris, dan majelis pengawas BUMN bukan penyelenggara negara.

Menanggapi perihal tersebut, Anggota DPR RI Komisi VI Fraksi Partai Gerindra, Kawendra Lukistian menyatakan, perubahan status norma dewan dan pegawai BUMN dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN tidak serta merta membikin mereka kebal hukum. 

"Meskipun undang-undang tersebut menyatakan bahwa mereka bukan lagi penyelenggara negara, perihal ini sama sekali tak menghilangkan tanggung jawab mereka andaikan terbukti melakukan tindak pidana korupsi," kata dia saat dikonfirmasi, Kamis (8/5/2025).

Menurut Kawendra, pada prinsipnya semua penduduk negara sama di hadapan hukum, dan tindak pidana korupsi tetap dapat diproses tanpa memandang status alias kedudukan pelaku. 

“KPK sebagai lembaga antikorupsi tetap mempunyai kewenangan memproses kasus korupsi di BUMN jika terbukti ada perbuatan melawan norma nan merugikan finansial negara," kata dia.

Komisi VI DPR RI, lanjut Kawendra, menegaskan mendukung pemberantasan korupsi di BUMN dan UU BUMN tidak berfaedah dewan kebal hukum.

"Sebagai personil Komisi VI DPR-RI, saya juga mau menegaskan bahwa kami mendukung penuh pemberantasan korupsi di BUMN dan memastikan agar perubahan undang-undang ini tidak disalahartikan sebagai upaya memberikan kekebalan norma kepada dewan maupun pegawai BUMN," pungkasnya.

Pukat UGM Sebut UU BUMN Buat KPK Tak Bisa Jerat Direksi nan Korup

Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) turut menjadi sorotan Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM). Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman menyebut pada undang-undang baru disebutkan bahwa dewan BUMN dan Danantara bukan lagi penyelenggara negara. 

Dengan adanya pasal tersebut, maka membikin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lagi bisa menjerat dewan nan melakukan korupsi.

“UU BUMN ini memberi keimunan kepada dewan pengurus Danantara dan BUMN,” kata Zaenur pada wartawan, Rabu (7/5/2025).

Zaenur mengingatkan, keimunan bagi BUMN sangat berbahaya, karena andaikan bukan penyelenggara negara maka tidak bisa diselidiki kasus korupsi nan merugikan negara.

“Yang problematic adalah kerugian nan terjadi di Danantara, maupun BUMN bukan merupakan kerugian negara. Ini berbahaya. Saya menduga kreator undang-undang tidak menyadari bahwa norma seperti ini bisa punya akibat sangat serius, khususnya dalam tindak pidana korupsi,” kata dia.

Ia mengaku cemas UU tersebut bisa membikin KPK tidak bisa menjerat dewan nan korupsi. “Kalau ini bukan penyelenggara negara artinya tidak bisa ditangani oleh KPK,” kata dia.

MAKI Akan Gugat UU BUMN ke MK

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menyayangkan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) nan disahkan mengatur pasal bahwa dewan ataupun komisaris perusahaan BUMN bukan lagi penyelenggara negara. MAKI mengatakan BUMN sejatinya dimodali dan menggunakan aset negara.

"Sungguh kecewa dengan perkembangan tata kelola pemerintahan kita ialah BUMN nan jelas-jelas dimodali negara dan pakai aset-aset negara sekarang dinyatakan bukan korupsi jika mereka melakukan sebuah kejahatan alias penyimpangan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dikonfirmasi, Rabu (7/5/2025).

 Boyamin mencontohkan KPK di negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura bisa menangani semua kasus korupsi termasuk perusahaan swasta. Ia mengatakan bahwa patokan itu membikin KPK tidak bisa memproses dewan alias komisaris nan melakukan korupsi.

"Padahal di negara-negara sekira kita nan sudah maju kayak Singapura kayak Malaysia, apalagi swasta bisa ditangani KPK-nya negara-negara tersebut, mereka saja bisa Singapura juga bisa suap perusahaan swasta untuk dapat pengadaan, ketahuan KPK nya negara itu korupsi ditangkap dan dihukum," ujarnya.

"Sementara kita nan jelas-jelas BUMN saja dinyatakan sebagai bukan kerugian negara padahal itu jelas-jelas dari duit negara jadi mereka kudu dinyatakan korupsi menurut saya," sambungnya.

Oleh lantaran itu, Boyamin meminta ada revisi mengenai pasal tersebut. Jika tidak, pihaknya bakal mengusulkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

"Kalau ini tidak segera diubah ya kita bakal maju ke Mahkamah Konstitusi untuk mengubahnya dan saya siap untuk maju ke MK membatalkan ketentuan pasal ini bahwa apapun berasal dari negara andaikan kemudian penyimpangan terhadap pasal negara ya korupsi," pungkas Boyamin.

Selengkapnya