ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat peningkatan tindak pidana dan perdata di sektor perbankan setiap tahunnya. Berdasarkan info OJK, tren kenaikan perkara di perbankan terjadi sejak lima tahun terakhir.
Pada tahun 2020, tercatat sebanyak 249 perkara. Kemudian meningkat di tahun 2021 menjadi 282 perkara, 2022 tercatat 316 perkara, 2023 sebanyak 437 perkara, 2024 ada 571 perkara, dan sepanjang kuartal I 2025, sudah tercatat sebanyak 309 perkara.
Menanggapi tren meningkat perkara perbankan, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, ada dua argumen utama nan mendasari naiknya perkara di sektor perbankan. Pertama, perkara terjadi lantaran perbankan sendiri mempunyai pangsa pasar nan besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perbankan itu kan sekarang itu pangsa pasar itu nyaris mungkin 80% dari seluruh total industri jasa keuangan, sehingga memang perkaranya tentu sangat besar," ungkap Dian dalam Rapat Kerja (Raker) berbareng Komisi XI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4/2025).
Alasan kedua, hubungan antara perbankan dengan nasabah, baik angsuran maupun deposit. Dian menilai, banyaknya hubungan perbankan dan pengguna membuka ruang terjadinya perkara.
Namun begitu, perkara nan terjadi di sektor perbankan dianggap dapat diminimalkan. Pasalnya, hanya tercatat beberapa perkara dari jutaan transaksi di sektor perbankan. "Sebetulnya bisa dikatakan dari sekian juta transaksi, saya kira nan menjadi perkara itu bisa dikatakan minimal," ungkapnya.
Dian menjelaskan, OJK sendiri telah menyiapkan tahapan untuk penanganan perkara perbankan, ialah identifikasi penyimpangan, penyelidikan, investigasi bukti, kemudian melimpahkan perkara ke pengadilan.
"Rangkaian aktivitas ini telah diatur secara umum pada ketentuan internal kita, berupa peraturan Dewan Komisioner dan Surat Edaran Dewan Komisioner," tutupnya.
Dalam kesempatan nan sama, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan, peningkatan perkara juga terjadi pada lembaga jasa finansial lainnya sekitar 10-30% per tahun. Adapun lembaga finansial tersebut, ialah sektor asuransi, pasar modal, fintech, biaya pensiun, hingga pembiayaan.
Akan tetapi, Mirza mengatakan, jumlah kemenangan OJK di pengadilan terus meningkatkan. Ia merinci, sepanjang 2023 OJK memenangkan sebanyak 28O perkara dan kalah di lima perkara.
Kemudian di 2024, OJK memenangkan sebanyak 449 perkara dan kalah di 19 perkara. Kemudian pada periode Januari hingga Maret 2025, Mirza mengatakan pihaknya belum pernah mengalami kekalahan dalam sidang perkara perbankan.
Posisi OJK dalam perkara perdata perbankan, kata Mirza, merupakan pihak mengenai nan umumnya ditangani oleh kuasa norma internal. Sehingga, OJK menjadi pihak nan turut tergugat dalam sejumlah sengketa perdata.
"Sampai dengan 31 Maret 2025, jumlah perkara nan dimenangkan OJK sebanyak 79 perkara. Sehingga sampai di kuartal I 2025, belum ada perkara nan menyatakan OJK kalah," ungkap Mirza.
(kil/kil)