ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump nan memicu perang jual beli dengan China membawa akibat besar di beragam sektor. Industri teknologi menjadi salah satu nan mendapat pukulan telak.
Bukan hanya perusahaan besar seperti Apple, Nvidia, dkk, tetapi juga startup digital nan tetap merintis. Kekhawatiran mengenai perang jual beli nan berakibat pada industri startup diungkap Managing Partner di Heavybit, Tom Drummond.
Heavybit merupakan firma modal ventura nan berbasis di San Francisco, AS. "Tak ada nan tahu apa nan sedang terjadi," kata Drummond kepada Wired, dikutip Rabu (23/4/2025).
Trump menetapkan tarif resiprokal ke China sebesar 145%, apalagi menakut-nakuti bakal meningkatkan lagi menjadi 245%. China lantas membalas dengan tarif 125%.
Untuk negara-negara lain, Trump memberlakukan tarif tambahan secara seragam sebesar 10%. Pemberlakuan tarif resiprokal untuk negara lain, termasuk Indonesia, tetap dalam tahap perundingan selama 90 hari.
Beberapa pelaku modal ventura nan mendanai startup skala mini dan menengah mengaku waswas selama beberapa pekan terakhir gara-gara tarif Trump nan berubah-ubah.
Mereka menilai ketidakpastian ini bisa memicu kelesuan investasi bagi startup teknologi. Selain itu, perihal ini juga bakal menghalang startup untuk melantai di bursa (IPO). Bahkan, tak menutup kemungkinan startup nan tak kuat bisa gulung tikar.
Beberapa penanammodal mengatakan bakal memperpanjang siklus investasi dan berencana menjual saham mereka ke perusahaan swasta maupun manajer aset. Ada pula nan mengatakan untuk sementara bakal menahan investasi ke perusahaan hardware nan paling terdampak kebijakan tarif Trump.
Drummond mengatakan aspek terbesar nan menentukan akibat tarif Trump bagi perusahaan modal ventura tergantung pada startup-startup dalam portofolio mereka. Apakah startup nan mereka danai mengalami akibat tingkat pertama dari tarif tersebut.
Dampak tingkat pertama maksudnya startup tersebut secara langsung berjuntai pada perdagangan global. Sementara itu, akibat tingkat kedua dirasakan dari pengurangan shopping konsumen jika ekonomi mengalami resesi.
"Portofolio industri nan sangat berjuntai pada perdagangan alias transaksi lintas-negara, misalnya perangkat keras, teknologi hijau, apalagi bioteknologi hingga taraf tertentu. Industri tersebut sedang dalam kesulitan saat ini," katanya.
Salah satu perusahaan portofolio Drummond adalah platform internet-of-things (IoT). Ia mengatakan startup itu sedang meneliti strategi manajemen inventaris untuk menentukan kapan kudu memesan dari pemasok dan apakah dapat menemukan pemasok baru di luar China.
Ia mengatakan jika tarif tinggi terus berlangsung, maka perusahaan modal ventura bakal betul-betul menahan diri untuk berinvestasi ke semua startup hardware dalam jangka panjang.
"Hardware jauh lebih berisiko daripada software," ujarnya.
Chip Hazard, General Partner dan Co-founder modal ventura Flybridge Capital, baru-baru ini mengirimkan email kepada lebih dari 400 pendiri startup. Ia meminta mereka untuk tidak panik, namun mengingatkan bahwa pasar modal sedang dalam kondisi kacau.
Ia menekankan potensi penanammodal bakal lebih susah menggelontorkan dana, sehingga mengurangi akses ke pendanaan startup, menurut salinan pesan nan dilihat oleh Wired.
Hazard mendorong para pendiri startup untuk memikirkan akibat dan kesempatan nan mungkin bakal diciptakan oleh tarif tersebut bagi upaya mereka, serta mengevaluasi strategi pembiayaan mereka.
"Jika Anda sedang dalam proses penggalangan modal, segera selesaikan. Selain itu, berhati-hatilah dalam menggunakan modal Anda," tulis Hazard dalam pesannya.
Charles Hudson, Managing Partner dan pendiri modal ventura Precursor, mengaku mempunyai akibat besar di beberapa startup e-commerce dalam portofolionya. Ia mengatakan industri e-commerce bisa terdampak besar oleh tarif Trump.
Namun, Hudson mengatakan dia tak tahu strategi terbaik dalam menanggapi tarif. Pasalnya, logika waktu, skala, dan cakupan, tak bisa diprediksi dan betul-betul ada di kepala Presiden Trump.
"Tarif tidak didiskusikan melalui proses pembuatan kebijakan pada umumnya nan membikin kami mempunyai gambaran," kata dia.
Precursor konsentrasi berinvestasi pada startup tahap awal. Baru-baru ini, modal ventura tersebut baru saja mengumpulkan lebih dari US$65 juta untuk pendanaan kelimanya. Hudson mengatakan dalam wawancara baru-baru ini dengan The Information bahwa dia berencana untuk melakukan investasi selama periode tiga tahun, bukan dua tahun seperti biasanya.
Harapannya, waktu tambahan bakal memberikan para mitra nan menyediakan pendanaan kepada perusahaan modal ventura untuk memandang hasil investasi mereka dalam jangka nan lebih panjang.
Hudson juga meramalkan penjualan saham startup di pasar sekunder bakal menghasilkan sebagian besar likuiditas nan dilihat penanammodal selama 5 tahun ke depan, bukan untung dari akuisisi alias IPO.
Modal ventura lainnya setuju bahwa pasar sekunder kemungkinan bakal memanas. Ia mengatakan dulu modal ventura merupakan pondasi utama nan mendukung startup hingga bisa melakukan IPO.
"Namun, selama 10 tahun terakhir, startup kudu menjadi penjual nan jauh lebih disiplin dan mencari langkah untuk memberikan likuiditas lebih cepat," kata dia.
Analis dari PitchBook, pedoman info statistik tentang pasar modal ventura dan ekuitas swasta, memperingatkan bahwa tarif dapat berakibat jelek pada investasi internasional. PitchBook mencatat startup nan dulunya dipuji lantaran mempunyai strategi "global first" mungkin sekarang dianggap rentan.
Pada kuartal pertama (Q1) tahun ini, sebelum pengumuman tarif resmi Trump, porsi modal AS nan mengalir ke transaksi modal ventura di Eropa dan China lebih mini dibandingkan periode sebelumnya. Sekitar 47% transaksi Eropa mencakup pendanaan AS, turun 4% dari kuartal terakhir tahun 2024.
"Selama beberapa dekade, modal ventura telah berkembang pesat di dunia. Namun, perang tarif belakangan ini mendorong penilaian ulang nan besar," tulis reporter PitchBook Leah Hodgson awal bulan ini.
IPO Suram
Sebelum Trump menjabat, para penanammodal berambisi pasar IPO teknologi bakal terus bangkit tahun ini setelah sempat terpuruk pada tahun 2022. Pasar menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada tahun 2024. Ada 176 IPO di AS tahun lampau dibandingkan dengan 127 pada tahun 2023 dan 90 pada tahun 2022, menurut info nan dikumpulkan oleh firma konsultan EY.
Perusahaan akuntansi KPMG mengatakan ketidakpastian pasar menyebabkan banyak startup menunda IPO. Layanan perbankan seluler Chime, perusahaan tiket StubHub, dan startup paylater Klarna semuanya menunda IPO nan sudah direncanakan.
Perusahaan prasarana AI CoreWeave adalah pengecualian. Startup ini mulai melakukan IPO pada Maret lalu.
"Dengan ekspektasi pemulihan IPO bakal makin lama, kami bisa memandang penggantian prioritas modal ventura dalam melakukan pendanaan," kata Global Head KPMG, Conor Moore, dalam sebuah laporan.
Kendati demikian, beberapa penanammodal dan analis mengatakan tetap ada argumen untuk optimistis menghadapi tantangan saat ini. Industri seperti AI, teknologi pertahanan, dan teknologi keamanan, sekarang tetap menarik untuk diinvestasi.
Hazard mengatakan pihaknya percaya diri dengan perusahaan-perusahaan AI. Terbukti, OpenAI dan Anthropic saja baru-baru ini mengumumkan pendanaan baru senilai total US$ 43 miliar pada kuartal ini.
Kendati demikian, pendanaan besar tersebut merupakan anomali. Terlebih, OpenAI dan Anthropic adalah perusahaan nan skalanya sudah besar. Tren AI memang menarik, tetapi bagi startup mini nan belum bisa memandang jalan menuju keuntungan bakal tetap kesulitan di era ketegangan geopolitik saat ini.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump dan Kripto: Janji, Gejolak, & Galau Pemilik Aset Digital
Next Article Krisis Baru Melanda AS, Petaka Tarif Trump Menggila