ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Peredaran kosmetik abal-abal nan mengandung bahan rawan tetap bisa dijumpai di pasaran. Baik melalui klinik kecantikan 'nakal' hingga penjualan di lapak-lapak online, nan sangat mudah diakses.
Skincare abal-abal ini biasanya mengandung beberapa bahan rawan dan kandungan bahan aktif tertentu nan tidak diperbolehkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) dalam kadar tertentu. Merkuri, hidrokinon, masam retinoat, deksametason, klindamisin, serta bahan pewarna merah K3 dan merah K10, bisa berakibat serius saat digunakan dalam janhka waktu panjang.
Dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI, seorang korban skincare abal-abal asal Banyuwangi bercerita bahwa masalah mengenai kosmetik tidak sesuai ketentuan, sebenarnya sudah terjadi sejak lama. l
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belum ngomong saja sudah mau nangis ya, lantaran saya mewakili bunyi dari para konsumen. Jujur saya korban skincare abal-abal dari tahun 2009, saya pakai sampai 2017, lampau saya divonis tidak bisa mengandung di tahun 2019. Saya divonis endometriosis," kata korban kepada DPR RI Komisi VI di Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025).
"Yang saya pakai waktu itu merkuri di Jawa Timur, masam retinoat, hidrokinon. Semua saya pakai, infuse whitening saya pakai, sampai saya masuk ICU. Saya pernah tegang juga," sambungnya.
Tidak berakhir di situ, wanita tersebut juga kudu kembali menerima berita pahit bahwa master memvonis dirinya terkena jangkitan ginjal, pengaruh dari handbody lotion dosis tinggi (HB dosting). Ini merupakan lotion nan digadang-gadang dapat mencerahkan kulit secara instan alias cepat.
Merespons perihal ini, Wakil Ketua Komisi VI Nurdin Halid mengatakan pihaknya menerima dengan baik kejuaraan korban skincare abal-abal. Menurutnya, Komisi VI sudah mengetahui langkah konkret untuk mengatasi masalah ini.
"Cukup, kami sudah paham, korban cukup dua. Saya sudah mengerti dan kami kira kami sudah mengerti itu dan kami semua sudah tahu apa nan kudu kami lakukan," tutupnya.
(dpy/naf)