ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Seorang peneliti menemukan bahwa ada sebuah frasa nan paling rawan dalam mengasuh anak, terutama saat anak mengalami kejadian emosional. Frasa tersebut adalah "Gak apa-apa kok".
Reem Raouda, pembimbing pengasuhan anak dan advokat kesehatan emosional anak, menyebut frasa "gak apa-apa kok" memang kedengarannya menyenangkan, tetapi ini rupanya dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang.
"Saya telah mempelajari lebih dari 200 anak-dan saya telah memandang frasa nan bermaksud baik dan terlalu sering digunakan ini malah menyebabkan kerusakan jangka panjang dengan langkah nan tidak pernah disadari oleh kebanyakan orang tua," kata Raouda, seperti dikutip CNBC International pada Minggu (27/4/2025).
Berikut argumen kenapa frasa "gak apa-apa kok" paling rawan dalam mengasuh anak, menurut Raouda:
1. Mengajarkan anak-anak untuk meragukan emosi mereka sendiri
Ketika seorang anak tampak jengkel dan mendengar ucapan "gak apa-apa kok", perihal itu mengirimkan pesan nan membingungkan kepada anak. Seiring waktu, perihal ini bakal memutuskan hubungan mereka dengan bumi emosional jiwa mereka dan mengajarkan mereka untuk tidak mempercayai hatikecil mereka sendiri.
2. Hal itu bakal membatalkan pengalaman mereka ketika mereka sangat memerlukan orang tuanya
Anda mungkin mengatakannya dengan penuh kasih sayang, tetapi seorang anak bakal mendengar: "Perasaanmu tidak penting." Pengabaian - betapapun halusnya - mengajarkan mereka bahwa kenyamanan dan hubungan hanya tersedia ketika mereka tenang dan nyaman. Di sinilah penekanan emosi dimulai.
3. Hal itu bakal mempersingkat proses emosi
Emosi dimaksudkan untuk bergerak melalui tubuh. Ketika kita menghentikan proses alami itu dengan kepastian nan terlalu dini, kita merampas keahlian anak untuk mengidentifikasi, menamai, dan mengatur emosi mereka. Alih-alih membangun ketahanan, kita justru membangun penghindaran.
4. Hal itu mengajarkan bahwa cinta itu bersyarat
Tanpa disadari, frasa seperti "kamu baik-baik saja," "berhenti menangis," alias "jangan takut" mengondisikan anak-anak untuk percaya bahwa mereka kudu menekan emosi mereka agar tetap diterima. Dan ketika cinta terasa bersyarat, keamanan emosional - fondasi kesehatan mental - mulai terurai.
5. Hal itu dapat mengubah respons stres anak
Sistem saraf berkembang melalui pengalaman nan berulang. Ketika seorang anak marah dan mendapat penolakan alih-alih dukungan, tubuh mereka belajar bahwa tidak kondusif untuk mengekspresikan emosi. Seiring waktu, perihal ini dapat membentuk kembali sistem saraf mereka untuk mengharapkan pemutusan hubungan, sehingga lebih susah untuk percaya, mengatur, dan merasa kondusif menjadi diri mereka sendiri sepenuhnya.
Frasa Alternatif Selain "Gak Apa-apa Kok"
Berikut adalah pengganti kuat nan memvalidasi bumi jiwa mereka dan membangun kekuatan emosional:
- "Aku percaya padamu."
- "Perasaanmu masuk akal."
- "Aku di sini bersamamu."
- "Kamu tidak kudu baik-baik saja sekarang."
- "Aku memandang apa nan terjadi. Bagaimana perasaanmu?"
Frasa-frasa ini tidak hanya menenangkan, tetapi juga menguatkan. Frasa-frasa ini mengajarkan anak Anda bahwa emosinya penting, dia bisa percaya diri dan tidak merasa sendirian.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Resistensi Bisnis Wewangian di Tengah Pelemahan Daya Beli
Next Article Terbukti Bikin Anak Sukses, Orang Tua Haram Katakan Ini