Pencipta Chatgpt Ketahuan Bangun Kompleks Raksasa Di Gurun Arab

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com - OpenAI mengumumkan proyek pembangunan kompleks info center raksasa di Uni Emirat Arab (UEA), dalam langkah ekspansi dunia untuk mendukung pengembangan kepintaran buatan (AI) supercanggih.

Fasilitas baru ini merupakan bagian dari kolaborasi antara OpenAI, Oracle, Nvidia, SoftBank, Cisco, dan perusahaan AI asal Emirat, G42.

Kompleks ini bakal menjadi rumah bagi ribuan server dan superkomputer, dengan pembangunan tahap pertama dijadwalkan rampung tahun depan.

CEO OpenAI, Sam Altman, menyebut proyek ini sebagai bagian dari misi ambisius berjudul "Stargate", ialah pembangunan jaringan pusat info dunia untuk mendukung pertumbuhan pesat model AI generatif.

Menariknya, skema pendanaan berkarakter timbal kembali untuk setiap dolar nan diinvestasikan di UEA, G42 dan mitranya bakal menyuntikkan biaya dalam jumlah setara ke proyek serupa di Amerika Serikat.

Total investasi dunia diperkirakan bisa menembus US$ 500 miliar alias sekitar Rp 7.900 triliun.

Langkah ini juga beriringan dengan kesepakatan AS-UEA membangun kampus AI berkekuatan 5 gigawatt di Abu Dhabi, nan bakal menjadi akomodasi terbesar di luar AS untuk pengembangan teknologi AI.

Meski menjanjikan dari sisi infrastruktur, proyek ini menuai kritik di Washington. Beberapa pihak cemas ekspansi AI ke area Timur Tengah bisa memunculkan potensi akibat keamanan dan menjadikan wilayah tersebut pesaing strategis baru AS dalam penguasaan teknologi AI.

Namun, bagi OpenAI dan mitranya, gurun pasir justru menjadi "lahan subur" untuk membangun fondasi era baru AI global. Dan UEA tampaknya siap menjadi pusat gravitasi baru teknologi masa depan.

Namun, rencana pusat info di Timur Tengah memicu perdebatan di Washington. Para pejabat pemerintahan Trump nan merancang kesepakatan ini, mendukungnya sebagai strategi untuk mengarahkan negara-negara Teluk menggunakan teknologi AI buatan AS, bukan China.

Namun sejumlah pihak lain di pemerintahan dan Kongres mengkhawatirkan akibat keamanan nasional dan potensi area ini menjadi rival AI Amerika.

"Pemerintah memilih untuk berkolaborasi dengan salah satu area paling sensitif di dunia, dan memulai pertarungan ini," kata Pablo Chavez, peneliti senior di Center for a New American Security, dikutip dari New York Times, Rabu (4/6/2025).

"Pertanyaannya adalah apakah ini bakal jadi cetak biru untuk model nan bakal dipakai AS di Asia, Afrika, dan Eropa?," imbuhnya.

Departemen Perdagangan AS dan Gedung Putih belum memberikan tanggapan resmi atas berita ini.


(dem/dem)

Saksikan video di bawah ini:

Video: AI Makin Marak, Bisnis Data Center "Berlomba" Ekspansi

Next Article Curhat Bos ChatGPT Soal Mimpi Terburuk dan Momen nan Gila

Selengkapnya