Pakar Hukum Pidana Menilai Pasal Kontroversial Di Uu Kejaksaan Perlu Dikaji Ulang

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Pakar norma pidana Abdul Fickar Hadjar menyampaikan tanggapannya mengenai sejumlah pasal kontroversial dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. Ia menyoroti beberapa pasal nan dianggap rawan disalahgunakan dan berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan.

Pertama adalah Pasal 8 ayat (5) mengenai Hak Imunitas Jaksa Agung. Menurut Abdul Fickar, keimunan memang diperlukan selama jaksa menjalankan tugasnya. Namun, jika seorang jaksa melakukan tindak pidana di luar tugasnya, maka tidak ada argumen untuk memberikan perlindungan hukum.

“Imunitas itu sepanjang dilakukan dalam menjalankan tugas. Kalau melakukan tindak pidana nan tidak berangkaian dengan tugasnya, ya tetap kudu diproses hukum,” tegasnya.

Kemudian Pasal 8B mengenai Penggunaan Senjata Api oleh Jaksa, di mana izin penggunaan senjata api oleh jaksa hanya relevan dalam konteks memihak diri.

“Penggunaan senjata api dimaksudkan untuk memihak diri dalam keadaan tertekan, bukan untuk gagah-gagahan. Jaksa itu bukan aparatur keamanan,” katanya.

Lanjut ke Pasal 11A ayat (1) dan (2) mengenai Rangkap Jabatan di Luar Instansi Kejaksaan, Fickar menekankan pentingnya pelarangan rangkap kedudukan bagi jaksa.

“Rangkap kedudukan di luar kejaksaan itu tidak relevan. Jaksa adalah aparatur penegak hukum, bukan toko ‘palugada’. Hal ini bisa mengganggu integritas tugas utamanya,” ujarnya.

Terkait Pasal 30B nan menyebut Perluasan Fungsi Intelijen Kejaksaan, Fickar juga mengkritisi ekspansi kegunaan intelijen kejaksaan nan mencakup kewenangan penyadapan. “Kewenangan ini hanya sah jika dilakukan dalam konteks pengawasan. Penggunaan di luar itu melanggar hukum,” tambahnya.

Sedangkan Pasal 30C huruf A mengenai Peninjauan Kembali (PK) oleh kejaksaan, Fickar menilai tugas ini krusial untuk memastikan keadilan. Namun, dia memperingatkan potensi penyalahgunaan kewenangan tersebut.

“PK itu untuk memperbaiki putusan agar sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Jika jaksa memperdagangkan dakwaan alias tuntutan, itu adalah kejahatan paling keji,” jelasnya.

Terakhir ada Pasal 35 huruf g mengenai Koordinasi, Pengendalian, dan Penuntutan Sejak Lidik, nan mana Abdul Fickar menolak ekspansi kewenangan kejaksaan dalam proses penyelidikan dan penyidikan. “Jaksa itu penuntut umum, eksekutor, dan pengawas. Perluasan kewenangan ini terlalu berlebihan,” ujarnya dengan tegas.

Selengkapnya