P2mi Sebut Akses Untuk Dampingi Wni Korban Penembakan Di Malaysia Masih Ditutup

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

detikai.com, Jakarta - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Abdul Kadir Karding mengakui, pihaknya tetap kesulitan untuk mendampingi WNI korban penembakan di Malaysia.

"Jadi tetap semua tertutup akses untuk memandang alias mendampingi jenazah maupun korban sakit juga belum di dapat," kata Karding, Senin, (27/1/2025).

Sehingga, dia menyampaikan, belum ada info resmi mengenai kronologi penembakan nan menewaskan satu WNI di Malaysia.

"Jadikan ke menteri luar negeri alias ke kedutaan itu datang penuh, alias kepolisian kita jadi belum ada info apapun," ujar dia.

Kendati demikian, Karding menegaskan, pemerintah bakal menyiapkan pembelaan hingga pendampingan bagi para korban.

"Jadi pada prinsipnya pemerintah bakal menyiapkan pembelaan pendamping namun sekarang memang oleh pemerintah Malaysia alias pihak kepolisian dan imigrasi Malaysia belum membolehkan untuk dibuka akses pada jenazah dan pada korban-korban lainnya nan dirawat di beberapa rumah sakit," tegas Karding.

"Tapi kementerian luar negeri dalam perihal ini kedutaan besar sekaligus kami di kementerian P2MI bakal memastikan bakal ada pendampingan," imbuhnya.

Penembakan WNI di Malaysia, KBRI Telah Minta Akses Konsuler untuk Kunjungi Korban

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Judha Nugraha mengungkapkan bahwa KBRI Kuala Lumpur telah mengkonfirmasi kejadian tersebut. Penembakan terjadi saat WNI diduga mencoba keluar Malaysia melalui jalur terlarangan dan melakukan perlawanan terhadap petugas APMM.

"Berdasarkan komunikasi KBRI dengan PDRM (Polisi Diraja Malaysia), betul telah terjadi penembakan oleh APMM terhadap WNI," jelas Judha dalam keterangan resmi.

Penembakan dilakukan lantaran WNI melakukan perlawanan. Satu WNI meninggal bumi dan beberapa lainnya luka-luka.

KBRI Kuala Lumpur telah meminta akses kekonsuleran untuk mengunjungi para korban dan jenazah.

"KBRI sudah meminta akses agar pemerintah Indonesia dapat memandang para korban dan jenazah nan tewas lantaran tertembak," ujar Judha.

Selain itu, KBRI juga bakal mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia untuk mendorong dilakukannya penyelidikan atas kejadian penembakan tersebut, termasuk kemungkinan penggunaan kekuatan nan berlebihan (excessive use of force).

"Kemlu dan KBRI Kuala Lumpur bakal terus memonitor penanganan kasus ini oleh otoritas Malaysia dan memberikan support kekonsuleran kepada para WNI," tambah Judha.

DPR Desak Kemlu Kirim Nota Diplomatik ke Pemerintah Malaysia Usai Penembakan 5 Migran Indonesia

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) segera mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia atas kejadian penembakan lima Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia. 

"Kami meminta Kementerian Luar Negeri RI melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur untuk mengirim nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia mengenai kejadian penembakan lima orang WNI pekerja migran tersebut," kata Dasco dalam keterangannya, Senin (27/1/2024).

Dasco juga meminta Kementerian Luar Negeri berbareng Kementerian Perlidungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) menempuh jalur Diplomatik untuk mengusut kejadian penembakan lima PMI tersebut. Supaya kasusnya tuntas dan transparan.

"Kami mendorong Kemenlu RI dan Kementerian P2MI untuk menempuh langkah-langkah diplomatik guna mengungkap kejadian tersebut secara tuntas dan transparan," ujar dia. 

Sebelumnya, Kementerian Perlidungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) meminta pemerintah Malaysia mengusut kasus penembakan terhadap lima pekerja migran Indonesia (PMI) di perairan Tanjung Rhu, Malaysia pada Jumat (24/1/2025). 

Wakil Menteri P2MI Christina Aryani mengungkap, berasas info nan diterima, penembakan dilakukan oleh Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM). Dalam peristiwa ini, satu orang tewas, dan empat luka-luka.

"Kementerian P2MI mendesak pemerintah Malaysia melakukan pengusutan terhadap peristiwa ini dan juga mengambil tindakan tegas terhadap abdi negara patroli alias petugas patroli jika mana terbukti melakukan tindakan penggunaan kekuataan berlebihan atau excessive use of force," kata Christina dalam keterangannya, Minggu (26/1).

Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka

Selengkapnya