Nu Bekasi Protes Kebijakan Ijazah Dedi Mulyadi

Sedang Trending 5 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bekasi melayangkan protes atas kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berkaitan penyerahan piagam secara sukarela oleh sekolah kepada seluruh siswa.

Aksi protes disampaikan melalui forum audiensi dihadiri pengurus PCNU, RMI-NU, Forum Pondok Pesantren, Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) serta perwakilan pesantren di Kantor DPRD Jawa Barat.

"Kami sangat menyayangkan kebijakan tersebut lantaran tidak berpihak pada kalangan pesantren apalagi kebijakan tersebut adalah zalim. Ini sangat menyedihkan," kata Ketua PCNU Kabupaten Bekasi Atok Romli Mustofa mengutip Antara, Rabu (21/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyatakan kebijakan tersebut justru menimbulkan keresahan, khususnya bagi kalangan pesantren. Sebab, tidak melalui kajian secara komprehensif dan partisipatif melainkan spontanitas, intimidatif dan hanya berkarakter intuitif Gubernur Jawa Barat.

Kebijakan itu apalagi disertai ancaman kepada pesantren alias sekolah nan menolak tidak bakal menerima program support pendidikan menengah universal (BPMU) hingga pencabutan izin operasional.

Menurut dia akibat kebijakan itu bagi lingkungan pesantren tidak main-main, mulai jangka pendek hingga panjang mengingat pondok pesantren mendidik dan membina santri tidak hanya di sekolah melainkan 24 jam penuh.

Ia menganalogikan teori kebutuhan Abraham Maslow di mana ada kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri nan sudah diberikan oleh pesantren kepada semua santri tanpa pandang bulu dan status sosial.

"Ada biaya nan sangat besar nan dikeluarkan pesantren secara berdikari untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berbeda dengan sekolah negeri nan secara pembiayaan dipenuhi oleh pemerintah," katanya.

Pengasuh Pondok Pesantren Yapink Pusat Kholid menegaskan pesantren datang jauh sebelum Indonesia ada dan para pendiri pesantren sejak awal berdiri telah konsentrasi untuk berkontribusi bagi masyarakat melalui pendidikan mandiri.

Dia mengaku dalam jangka pendek, pengelolaan pondok pesantren dapat dipastikan tersendat oleh kebijakan itu. Para alumni dari beragam latar belakang datang ke pesantren untuk meminta kewenangan berdasarkan pengarahan Gubernur Jawa Barat.

"Sedangkan di sisi lain, ada kewenangan pesantren nan tidak terpenuhi. Tentu perihal tersebut bakal mengganggu proses belajar mengajar di lingkungan pesantren," katanya.

Kebijakan tersebut juga bakal menimbulkan potensi banyak pesantren gulung tikar dalam waktu dekat lantaran masalah finansial. "Banyak kasus di Kabupaten Bekasi nan satu pesantren saja sudah mengeluarkan Rp1-1,7 miliar duit keluar nan belum dilunasi oleh para alumni," ucap dia.

Persoalan lebih serius berpotensi dialami pesantren dalam jangka panjang ialah degradasi akhlak. Semisal tidak ada lagi takdzim kepada pembimbing dan pesantren lantaran seolah-olah pemerintah sedang mengadu-domba santri dengan pesantren nan menahan ijazah.

"Orang tua dan santri tidak diajarkan tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban. Maka nan bakal rusak adalah generasi bangsa. Tidak bakal terwujud generasi emas nan dicita-citakan," katanya.

Ketua BMPS Kabupaten Bekasi M. Syauqi menyatakan kebijakan ini tidak partisipatif lantaran tidak melibatkan sejumlah unsur mengenai apalagi bisa berakibat sangat jelek bagi sektor pendidikan ke depan.

"Memang benar, semua rakyat Indonesia berkuasa menerima pendidikan secara cuma-cuma lantaran menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh pemerintah. Tapi, apakah pemerintah sudah dan bisa memenuhi kewajibannya tanpa peran sekolah swasta, khususnya pesantren? Kami yakin, tidak," katanya.

Menurut dia pesantren nan sudah mendarah daging dan menjadi jati diri bangsa Indonesia mempunyai peran esensial dalam sistem pendidikan Indonesia, apalagi sebelum Indonesia ada.

Data menunjukkan negara hanya bisa menyediakan pendidikan cuma-cuma melalui sekolah negeri sebanyak 25-35 persen dari jumlah kebutuhan populasi nan ada. Sisanya, peran swasta sangatlah besar.

"Melalui aktivitas audiensi dengan ketua DPRD Jawa Barat ini kami berambisi ada dorongan dan eskalasi kepada Gubernur Jawa Barat untuk memperhatikan pesantren dan merevisi alias membikin pengecualian kebijakan terhadap pesantren. Solusi dari masalah nan timbul akibat kebijakan tersebut absolut dibutuhkan," katanya.

Sebelumnya, Dedi Mulyadi, meminta seluruh kepala sekolah mulai SD hingga SMA di Provinsi Jawa Barat tidak menahan piagam nan telah lulus. Dia menginstruksikan sekolah segera menyerahkan piagam tersebut secara sukarela.

Menurut Dedi, piagam sangat krusial untuk perjalanan hidup dan karir siswa ke depan. Dedi kemudian menyinggung masalah tunggakan biaya pendidikan nan sering menjadi argumen tertahannya piagam siswa. 

"Apabila ada tunggakan nan ditimbulkan, silakan segera disusun tunggakannya dan kelak ada tim nan bakal berkoordinasi dengan bapak ibu (kepala sekolah) semua mengenai tanggungjawab siswa tersebut," jelasnya kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Dedi tidak mau masalah finansial menjadi penghalang siswa mendapatkan kewenangan mereka berupa ijazah.

(antara/dal)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya