ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Perusahaan satelit Navayo International AG hingga saat ini disebut tetap mengabaikan panggilan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus sengketa dengan pemerintah RI.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyebut bahwa pihaknya belum bisa memeriksa Navayo nan sekarang berada di Hungaria. Kejagung, kata Harli, telah beberapa memanggil nan berkepentingan sebagai saksi namun tak diindahkan.
"Pemeriksaan terhadap pihak Navayo belum dapat dilakukan dikarenakan pihak Navayo nan berlokasi di negara Hungaria setelah dilakukan beberapa kali pemanggilan sebagai saksi oleh interogator melalui pihak kemenlu rupanya pihak Navayo tidak mengindahkan panggilan tersebut," kata Harli saat dihubungi, Sabtu (22/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harli menyebut pihaknya bakal terlebih dulu melakukan gelar perkara sebelum mengambil keputusan lebih lanjut. Termasuk menegaskan Navayo sebagai tersangka secara in absentia.
Saat ini, lanjut dia, interogator koneksitas Jampidmil telah mengumpulkan bukti-bukti, lewat pemeriksaan saksi dari sipil maupun militer.
Nantinya, pemeriksaan terhadap Navayo bakal dilakukan terlebih dulu dengan memanggil nan berkepentingan secara patut. Jika panggilan tetap tidak dipatuhi, Kejagung bakal menentukan langkah selanjutnya.
"Untuk pemeriksaan terhadap pihak navayo tentu mempunyai sistem alias prosedure dimana pihak tersebut kudu dipanggil dulu secara patut dan apakah dipatuhi alias tidak, jika tidak dipatuhi baru diambil langkah2 norma selanjutnya," katanya.
Aset properti milik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Prancis terancam disita imbas gugatan nan dilayangkan perusahaan satelit swasta asal Eschen, Liechtenstein, Navayo International AG senilai US$23,4 juta.
Penyitaan tersebut sebagai corak eksekusi setelah gugatan Navayo di International Criminal Court (ICC) alias Mahkamah Pidana Internasional, Singapura, pada 22 April 2021 dikabulkan.
Peristiwa itu bermulai saat Kementerian Pertahanan RI pada 2015 berencana membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) untuk mengisi slot orbit 123 derajat bujur timur nan kosong setelah Satelit Garuda-1 tidak berfungsi.
Kemhan kemudian menandatangani perjanjian dengan beberapa perusahaan. Mereka antara lain Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel dan Telesat, dalam kurun waktu 2015-2016.
Namun, lantaran anggaran tidak tersedia, proyek Satkomhan tidak dapat dilanjutkan, dan Kemhan tidak memenuhi kewajibannya kepada Navayo sesuai kontrak.
Pada 22 November 2018, Navayo mengusulkan gugatan di ICC Singapura senilai US$23,4 juta. Pada 22 April 2021, ICC Singapura memutuskan bahwa Kemhan RI wajib bayar US$16 juta kepada Navayo beserta biaya arbitrase. Jika tidak dipenuhi, aset Indonesia di Prancis berpotensi disita sebagai corak eksekusi putusan arbitrase.
(thr/agt)