ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com - Platform digital diketahui beraktivitas di atas lahan internet dengan konektivitas dari perusahaan telekomunikasi. Namun rupanya mereka hanya berbisnis tanpa mempunyai infrastruktur.
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah mencontohkan para pengusaha nan berbisnis di rest area bayar ke pihak tol. Namun platform tidak melakukan perihal tersebut.
"Tapi jika nan OTT [over-the-top] ini, dia berbisnis di konektivitas yang dibuat oleh telco, dibuat oleh pemerintah. Tanpa ada kontribusinya selain data. Banyak info saja. Padahal jual beli di situ," kata Edwin ditemui di kantornya, Selasa (3/6/2025).
Edwin mengatakan platform, baik dari lokal maupun asing, kudu mempunyai konsep saling berkeadilan. Apalagi, sekarang kebanyakan prasarana internet didominasi oleh trafik konten platform luar negeri. Bahkan, sekitar 45 persen trafik internet RI diisi oleh info konten streaming video.
Beberapa negara telah menerapkan patokan untuk OTT agar bisa ikut membangun ekosistem di setiap wilayah.
Di India, OTT diminta untuk membangun prasarana dalam negeri. Adapun, Eropa memberikan tambahan tarif untuk platform agar bisa digunakan pemerintah agar bisa mengatasi disrupsi.
Di Indonesia sendiri belum ada patokan mengenai perihal ini. Edwin kembali menegaskan nan krusial adalah untuk ekosistem digital tetap bertumbuh dengan asas keadilan.
"Nah, di Indonesia sedang dalam kajian semua. Cuman pola berpikirnya begini bukannya kita menghalang pertumbuhan, tapi pertumbuhan itu kudu berasas keadilan," ujarnya.
Edwin mengatakan platform kudu memberikan kontribusi. Sebab ekonomi bisa ikut berakibat saat kegagalan pasar terjadi.
"Sehingga tidak ada monopoli pasar. ada kontribusinya kepada society. Karena jika market failure dan dikuasai dan society suffer, ekonomi kalah," kata Edwin.
(dem/dem)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Bikin Internet Merata ke Pelosok, Investasi-Aturan Jadi Masalah
Next Article Warga RI Makin Kecanduan Online, Ini Bukti Terbarunya