Nasib Pasien Hiv Usai Trump Pangkas Lebih Dari 80 Persen Program Bantuan Asing

Sedang Trending 2 hari yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Klinik kesehatan di ibu kota Kenya, Nairobi, telah membatasi pasokan antiretroviral selama satu bulan sejak pemerintah Amerika Serikat membekukan support asing. Pemerintahan Donald Trump awal pekan ini menyatakan memangkas lebih dari 80 persen program support asing nan disalurkan melalui USAID.

Sementara itu, di pinggiran kota, jutaan dosis nan bisa menyelamatkan nyawa hanya tergeletak di rak-rak gudang, tidak terpakai, dan tidak bisa diakses.

Padahal, klinik tersebut hanya berjarak separuh jam perjalanan dari gudang, tetapi bagi Alice Okwirry, orang dengan HIV di Kenya, keduanya bak terpisah oleh lautan nan tidak mungkin lagi dijangkau.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tanpa pendanaan AS, pengedaran dari gudang, nan menyimpan semua obat HIV sumbangan pemerintah AS ke Kenya, telah terhenti, sehingga persediaan beberapa obat menjadi sangat rendah, menurut mantan pejabat USAID dan pejabat kesehatan di Kenya.

Pembekuan support luar negeri selama 90 hari, nan diperintahkan Trump setelah menjabat pada 20 Januari, telah mengacaukan rantai pasokan dunia untuk produk medis guna melawan HIV dan penyakit lain. Hal ini juga menghalangi pengedaran obat nan sudah lama sebenarnya berada di negara tujuan.

"Saya baru saja memandang kematian bakal datang," kata Okwirry nan berumur 50 tahun nan didiagnosis HIV pada 2008 dan mempunyai seorang putri berumur 15 tahun, Chichi, nan juga positif HIV.

Okwirry dulunya menerima persediaan ARV selama enam bulan dari klinik tetapi sekarang hanya bisa mendapatkan stok obat nan cukup untuk satu bulan.

"Saya bilang ke teman, gimana jika Anda dengar obat-obatan itu bakal punah?" kata Okwirry, semakin emosional.

Departemen Luar Negeri mengeluarkan keringanan bulan lampau nan membebaskan pendanaan untuk pengobatan HIV dari pembekuan. Namun, sistem pembayaran USAID di Kenya lumpuh setelah pemotongan tersebut, nan berfaedah kontraktor nan melaksanakan program tidak dibayar.

Hal ini diutarakan Mackenzie Knowles-Coursin, wakil kepala komunikasi untuk USAID, Afrika Timur, nan kemudian mengundurkan diri pada 3 Februari sebagai protes atas pembubaran badan tersebut.

Di Kenya, pejabat di Washington belum mengesahkan pencairan duit nan diperlukan untuk mendistribusikan obat-obatan dan peralatan senilai USD 34 juta di penyimpanan tersebut. Menurut arsip pemerintah Kenya nan dilihat Reuters, sekitar USD 10 juta diperlukan untuk distribusi.

Mission for Essential Drugs and Supplies, lembaga kebaikan Kristen nan mengelola penyimpanan tersebut, memasok obat-obatan ke sekitar 2.000 klinik di seluruh negeri, menurut situs webnya.

Knowles-Coursin mengatakan kepada Reuters komoditas di penyimpanan tersebut meliputi 2,5 juta botol ARV, 750.000 perangkat uji HIV, dan 500.000 obat malaria.

Menteri Kesehatan Kenya, Deborah Barasa, mengatakan bahwa dia berambisi pemerintahnya dapat memobilisasi biaya untuk memungkinkan persediaan di penyimpanan dapat disalurkan dalam waktu dua hingga empat minggu.

"Kami telah mengidentifikasi sumber daya nan dibutuhkan," katanya dalam sebuah wawancara.

Kenya mempunyai kasus HIV ketujuh terbesar di dunia, ialah 1,4 juta, menurut info Organisasi Kesehatan Dunia. Rencana Darurat Presiden untuk Penanggulangan AIDS, nan merupakan kendaraan utama AS untuk mendanai pengobatan HIV, memasok sekitar 40 persen obat dan perlengkapan HIV di Kenya.

"Untuk saat ini, beberapa pasien hanya bisa mendapatkan isi ulang ARVS mereka selama satu minggu saja," kata Nelson Otwoma, Direktur Jaringan Pemberdayaan Orang nan Hidup dengan HIV/AIDS di Kenya.


(naf/kna)

Selengkapnya