Mk Tolak Uji Materi Syarat Capres-cawapres Minimal Sarjana

Sedang Trending 5 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com --

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi mengenai syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) minimal sarjana strata satu (S-1) nan dimohonkan oleh konsultan norma Hanter Oriko Siregar dan mahasiswa Horison Sibarani.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan Nomor 87/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (17/7).

Pada perkara ini, para pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Pasal tersebut bersuara "Persyaratan menjadi capres dan cawapres adalah: berilmu paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliah kejuruan, alias sekolah lain nan sederajat."

Dalam permohonannya, Hanter dan Horison meminta agar Mahkamah memberikan pemaknaan baru dalam ketentuan norma Pasal 169 huruf r UU Pemilu dengan menambahkan frasa "berpendidikan paling rendah lulusan sarjana strata satu (S-1) alias nan sederajat."

Menurut Mahkamah, pemaknaan baru nan dimohonkan para pemohon justru mempersempit kesempatan sehingga dapat membatasi penduduk negara nan bakal diajukan oleh partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu sebagai capres dan cawapres.

Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan Pasal 169 huruf r UU Pemilu sama sekali tidak menutup kesempatan bagi partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu untuk mengusulkan calon dengan latar belakang pendidikan nan lebih tinggi.

Artinya, andaikan syarat pendidikan paling rendah alias minimum adalah tamat SMA alias sederajat maka kandidat nan dapat mencalonkan diri bukan hanya terbatas pada orang-orang nan hanya tamat SMA alias sederajat, melainkan juga nan telah menempuh pendidikan tinggi.

"Namun demikian, andaikan pemaknaan norma Pasal 169 huruf r UU 7/2017 (UU Pemilu) diubah sebagaimana petitum para pemohon, kandidat nan dapat diajukan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden hanya terbatas pada kandidat nan telah lulus sarjana strata satu alias sederajat," kata Ridwan.

Selain itu, MK menilai persyaratan pendidikan dalam Pasal 169 huruf r UU Pemilu tidak pula membatasi kewenangan pemilih untuk memilih capres dan cawapres nan diajukan oleh partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu.

"Terlebih, setelah merujuk bentangan empirik sejak penyelenggaraan pemilihan langsung mulai Pemilu Tahun 2004, terdapat banyak capres dan cawapres nan diajukan oleh partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu dengan pendidikan lebih tinggi dari SMA alias sederajat," ucap Ridwan.

Dengan demikian, Mahkamah menyatakan tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma berkenaan dengan persyaratan calon presiden dan wakil presiden nan diatur dalam Pasal 169 huruf r UU Pemilu.

Dijelaskan pula bahwa persyaratan pemisah minimum pendidikan capres dan cawapres sejatinya tidak ditentukan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Namun, Pasal 6 ayat (2) UUD mendelegasikan pembentuk undang-undang untuk mengatur secara lebih lanjut.

Oleh karena itu, pembentuk undang-undang berkuasa mengatur syarat lain untuk menjadi presiden dan wapres, termasuk sewaktu-waktu dapat mengubah norma pasal persyaratan dimaksud guna disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan perkembangan nan ada.

"Dalam perihal ini, bilamana diperlukan, pembentuk undang-undang dapat mengkaji kembali perihal persyaratan batas pendidikan paling rendah alias minimum bagi capres dan cawapres dengan menentukan syarat pendidikan nan dinilai ideal bagi seorang capres dan cawapres demi kepentingan terbaik bangsa dan negara," ucap Ridwan.

Berdasarkan pertimbangan norma tersebut, MK menyatakan dalil para pemohon tidak berdasar menurut hukum.

Ketua MK Suhartoyo berbeda pendapat (dissenting opinion) dengan putusan tersebut. Menurut Suhartoyo, para pemohon dalam perkara ini semestinya tidak dapat diberikan kedudukan norma sehingga Mahkamah tidak perlu mempertimbangkan pokok permohonan.

(antara/wis)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya