ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menyebut, penetapan Hari Kebudayaan Nasional (HKN) 17 Oktober tidak berangkaian dengan ulang tahun Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, kesamaan tanggal hanya kebetulan semata.
"Nggak ada (kaitan ultah Prabowo). Kebetulan saja. Sama hari lahir saya kan hari lahir Pancasila. Ya, tanggal 1 Juni. Enggak ada hubungannya," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Fadli mengaku belum melaporkan soal HKN pada Prabowo langsung. Ia kembali menegaskan pemilihan tanggal berangkaian dengan Bhinneka Tunggal Ika, bukan perihal lain
"Ini kan Hari Kebudayaan ini soal Bhinneka Tunggal Ika. Jadi saya juga belum lapor sama beliau ya," kata dia.
"Ini Bhinneka Tunggal Ika. Jadi nggak ada kaitannya dengan hari lahirnya Pak Prabowo," sambungnya.
Menurut Fadli, memang tak perlu dilaporkan kepada Presiden karena memang tak ada hubungan dengan tanggal lahir Prabowo.
"Jadi saya sendiri belum pernah membicarakan dengan beliau. Karena memang ini enggak ada kaitannya dengan beliau gitu ya," pungkas.
Alasan Fadli Zon Tetapkan 17 Oktober Sebagai Hari Kebudayaan Nasional
Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, mengumumkan penetapan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional (HKN). Penetapan ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat kesadaran kolektif bangsa Indonesia tentang pentingnya pelestarian, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan dalam pembangunan nasional nan berkelanjutan.
Tanggal 17 Oktober dipilih berasas pertimbangan kebangsaan nan mendalam, merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951 nan ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo pada 17 Oktober 1951.
PP tersebut menetapkan Lambang Negara Indonesia, ialah Garuda Pancasila, dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai bagian integral dari identitas bangsa.
"Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, tetapi filosofi hidup bangsa Indonesia nan mencerminkan kekayaan budaya, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman," tegas Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam keterangannya, Senin (14/7).
"PP No. 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara merupakan tonggak sejarah penetapan Garuda Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai simbol resmi Indonesia," lanjut Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Tujuan Penetapan Hari Kebudayaan Nasional
1. Penguatan Identitas Nasional – Lambang Garuda Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika nan ditetapkan pada 17 Oktober 1951 adalah simbol pemersatu bangsa. Penetapan HKN diharapkan dapat mengingatkan seluruh rakyat Indonesia pentingnya menjaga identitas kebangsaan.
2. Pelestarian Kebudayaan– Sebagai momentum untuk mendorong upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan sebagai pondasi pembangunan.
3. Pendidikan dan Kebanggaan Budaya – Mendorong generasi muda untuk memahami akar budaya Indonesia dan menjadikannya sumber inspirasi dalam menghadapi tantangan global.
"17 Oktober adalah momen krusial dalam perjalanan identitas negara kita. Ini bukan hanya tentang sejarah, tetapi juga tentang masa depan kebudayaan Indonesia nan kudu dirawat oleh seluruh anak bangsa," ujar Menteri Fadli Zon.
Dengan ditetapkannya HKN, Pemerintah berkomitmen untuk: - Meningkatkan pemahaman publik tentang nilai-nilai kebudayaan nasional. - Memperkuat peran kebudayaan dalam memajukan peradaban bangsa. - Menjadikan kebudayaan sebagai landasan pembangunan karakter dan kesejahteraan masyarakat.
Kementerian Kebudayaan membujuk seluruh pemangku kepentingan, termasuk organisasi budaya, akademisi, dan masyarakat umum, untuk bersama-sama memaknai Hari Kebudayaan Nasional sebagai bagian dari upaya kolektif membangun Indonesia nan beradab dan berbudaya.
Usulan ini awalnya datang dari kalangan seniman dan seniman Yogyakarta nan terdiri dari para maestro tradisi dan kontemporer. Mereka melakukan kajian sejak Januari 2025 dan disampaikan ke Kementrian Kebudayaan setelah beberapa kali obrolan mendalam.
Pertimbangan
1. Secara Historis, tanggal 17 Oktober mempunyai makna nan kuat dalam sejarah Kebudayaan Indonesia. Pada 17 Oktober 1951, Presiden Soekarno secara resmi menetapkan Bhineka Tunggal Ika sebagai bagian dari lambang Garuda Pancasila melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1951 nan ditandatangani Presiden Sukarno Tentang Lambang Negara Garuda Pancasila nan didalamnya mengandung simbolisasi harikemerdekaan, dasar negara serta semboyan “BHINEKA TUNGGAL IKA”.
2. Dalam Penjelasan PP Nomor 66 Tahun 1951 Pasal 5, tentang makna semboyan “Bhineka Tunggal Ika”, disebutkan bahwa perkataan Bhinneka itu adalah campuran dua perkataan: “bhinna” (berbeda) dan “ika” (satu): berbeda-beda tetapi tetap satu jua, menggambarkan persatuan alias kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia nan terdiri dari beragam etnis, suku, bahasa, dan kepercayaan nan berbeda.
3. Semangat mempersatukan bangsa Indonesia sebagaimana makna pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika mulai muncul sejak Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Sidang BPUPKI/PPKI 1945. Pada sidang BPUPKI, M Yamin, Bung Karno, dan I Bagus Sugriwa menemukan kalimat di Kitab Sutasoma “Bhineka Tunggal Ika. Tan Hana Dharma Mangrowa” nan mempunyai makna "Walaupun berbeda-beda, tetapi tetap satu jua”. Semboyan ini menekankan persatuan di tengah keberagaman budaya, suku, agama, dan ras di Indonesia nan selanjutnya menjadi simbol bahwa budaya adalah perekat keberagaman di Indonesia nan bisa menyatukan perbedaan sehingga menjadi fondasi bagi kerukunan bangsa.