Minyak Dunia Bangkit Tipis, Pasar Cerna Tarif Trump Dan Ancaman Resesi

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, detikai.com — Harga minyak bumi menanjak tipis pada perdagangan Senin (8/4/2025), setelah terpuruk selama tiga hari beruntun. Meski rebound, sentimen pasar tetap dibayangi perang jual beli Amerika Serikat (AS)-China dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global.

Minyak mentah jenis Brent ditutup naik tipis ke US$64,92 per barel, dari sebelumnya US$64,21 pada akhir pekan. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) juga menguat ke US$61,54 per barel, dari US$60,70 pada perdagangan sebelumnya.

Namun, secara mingguan, nilai Brent telah rontok nyaris 13% dari level pembukaan bulan April nan sempat menyentuh US$74,49 per barel. Tekanan datang terutama dari sikap garang Presiden AS Donald Trump nan kembali menakut-nakuti China dengan tarif impor tambahan sebesar 50%, membikin pasar dunia bergolak.

Namun, secara mingguan, nilai Brent telah rontok nyaris 13% dari level pembukaan bulan April nan sempat menyentuh US$74,49 per barel. Tekanan datang terutama dari sikap garang Presiden AS Donald Trump nan kembali menakut-nakuti China dengan tarif impor tambahan sebesar 50%, membikin pasar dunia bergolak.

"Pendorong utama kejatuhan nilai adalah kekhawatiran bahwa tarif bakal melemahkan ekonomi global," ujar Satoru Yoshida, analis komoditas Rakuten Securities, dikutip Reuters. "Jika tekanan di pasar saham terus berlanjut, nilai WTI bisa ambles ke US$55, apalagi US$50 per barel."

Trump mengumumkan kebijakan tarif barunya pada Rabu lalu, nan langsung dibalas China dengan rencana tarif tambahan sebesar 34% terhadap beragam peralatan asal AS. Meski impor daya seperti minyak mentah dan gas dikecualikan dari tarif, kekhawatiran atas pengaruh domino terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap membayangi.

Di tengah sentimen negatif ini, organisasi produsen minyak OPEC+ justru menyoroti pentingnya kepatuhan penuh terhadap kuota produksi. Dalam pertemuan akhir pekan lalu, OPEC+ menyerukan agar negara-negara nan melampaui pemisah produksi segera menyampaikan rencana kompensasi paling lambat 15 April.

Langkah itu diambil untuk menjaga stabilitas pasar nan tengah tertekan.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(emb/emb)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Ramal Nasib IHSG Setelah Ambruk 9% dan Kena "Trading Halt"

Next Article Harga Minyak Rebound, WTI Hampir Sentuh US$73 per Barel

Selengkapnya