ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Sebanyak 1,2 juta masyarakat Indonesia diprediksi bakal mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jika kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tetap mengenakan tarif timbal kembali (Resiprokal Tarif) sebesar 32% ke Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dalam obrolan Forum Wartawan Perindustrian di Jakarta.
Huda menjelaskan berasas publikasi Dana Moneter Internasional (IMF) tahun 2024 menunjukkan bahwa kenaikan tarif impor sebesar 1% dapat menurunkan volume impor negara sebesar 0,8%. Dampak kebijakan proteksionis ini bakal dirasakan oleh negara pengekspor seperti Indonesia.
Ia menjelaskan pada dasarnya ada tarif tersebut bakal meningkatkan nilai peralatan Indonesia di pasar AS. Dengan begitu permintaan peralatan Indonesia bakal menurun, hasilnya produksi di Indonesia juga bakal terdampak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah ketika perusahaan ini produksinya turun, otomatis bakal mempengaruhi dari sisi tenaga kerja nan digunakan untuk memproduksi peralatan tersebut. Nah itu kita hitung hasilnya itu 1,2 juta dan untuk produksi Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) sendiri itu sekitar 191.000 tenaga kerja nan berpotensi terkena PHK," katanya dalam obrolan Forum Wartawan Perindustrian di Jakarta, Kamis kemarin.
Huda menambahkan, PHK juga bakal terjadi pada beragam sektor industri di Indonesia seperti industri kimia dasar, minyak hewani, dan minyak nabati. Untuk produk turunan kelapa sawit (CPO), kata Huda bakal terjadi PHK sekitar 28.000 tenaga kerja.
"Ada beberapa nan lainnya seperti ada kimia dasar dan sebagainya nan itu menjadi salah satu peralatan nan memang dibutuhkan oleh beberapa produk US di sana. Termasuk juga untuk nan minyak hewani dan minyak nabati, itu nan dari palm oil, itu kita hitung rupanya untuk nan di sisi palm oil, CPO, itu bakal kehilangan sekitar 28.000 tenaga kerja," katanya.
Selain itu, Huda mengatakan kebijakan tarif Trump juga bakal memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 hanya berada di nomor 4,1 hingga 4,3%.
"Kita lihat akibat lainnya salah satunya adalah akibat kepada pertumbuhan ekonomi. Karena pertumbuhan ekonomi ini kita prediksi adanya di nomor 4,1% sampai 4,3% saja untuk pertumbuhan ekonomi tahun 2025 ketika terdapat adanya perang tarif dari Amerika," katanya.
Ia pun meminta para pelaku industri dan kreator kebijakan mulai menyiapkan langkah mitigasi nan tepat, termasuk diversifikasi pasar ekspor dan penguatan pasar domestik. Hal ini guna mengurangi akibat dari kebijakan tarif Trump tersebut.
(rrd/rrd)