ARTICLE AD BOX
Jakarta, detikai.com --
Pernikahan hantu atau pernikahan arwah menjadi salah satu tradisi nan disoroti hingga dijadikan sebuah movie di Indonesia. Pernikahan hantu merupakan tradisi nan dilakukan masyarakat banyak negara, termasuk China.
Ghost marriage alias nan juga dikenal dengan posthumous marriage merupakan pernikahan bagi orang nan sudah meninggal dan sudah menjadi tradisi nan diwariskan beberapa abad di China.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut cerita rakyat China, skenario pernikahan arwah di era kuno, seperti jika seorang putri dari family kaya, meninggal pada usia nan sesuai untuk menikah, family bakal mencari makcomblang demi menemukan laki-laki nan sesuai dengannya.
Sejarah
Dalam Netherworld Marriage in Ancient China, Chunjun Gu dan Keqian Xu membeberkan, catatan paling awal tentang pernikahan arwah muncul dalam kitab Zhou Li 周礼, salah satu karya klasik Konfusianisme paling awal.
Pada bagian kedua kitab Zhou Li tercatat kedudukan resmi nan disebut 媒氏 (méishì) alias mereka bekerja memediasi pernikahan, digambarkan mempunyai tanggung jawab untuk "melarang migrasi orang nan dikubur dan menikahi orang nan sudah meninggal."
Menurut komentar dan penjelasan nan dibuat oleh para cendekiawan kuno, "memigrasikan orang nan dikubur (迁葬)" berarti: seorang laki-laki dan seorang wanita tidak pernah menjadi pasangan suami istri selama hidup mereka, tetapi setelah kematian mereka, mayit alias jenazah mereka dipindahkan dan dikubur bersama.
Ini biasanya melibatkan pembukaan makam dan pemindahan peti mati, berbareng dengan jenazah orang nan meninggal sebelumnya, untuk menguburkan kembali berbareng dengan orang nan baru meninggal.
[Gambas:Video CNN]
Sedangkan "menikahi orang mati," nan dimaksud di sini hanya mengawinkan orang nan sudah meninggal, tetapi itu juga bermaksud penguburan berbareng antara anak laki-laki dan anak wanita nan meninggal saat usia muda.
Istilah untuk pernikahan alambaka nan sekarang begitu dikenal dengan 冥婚 alias mínghūn sesungguhnya baru muncul belakangan. Prosesi itu pertama kali disebut sebagai memigrasikan nan dikubur dan nikahi nan meninggal alias 迁葬 (qiānzàng) dan 嫁殇 (jiàshāng) dalam kitab Zhou Li.
Berdasarkan catatan sejarah, pernikahan arwah pernah dilakukan anak laki-laki dari Cao Cao dan putri Kaisar Ming. Hal itu pertama kali disebutkan dalam 三国志 (The History of Three Kingdoms).
Kala itu, penulis Chen Shou 陈寿 tidak menggunakan istilah mínghūn untuk merujuk pada pernikahan arwah. Sebaliknya, pernikahan itu disebut hezàng, nan berfaedah "penguburan gabungan", nan menekankan karakter upacara pemakaman jenis ini.
Alasan pernikahan arwah
Beberapa perihal menjadi argumen pernikahan hantu ada dan tetap terus bersambung di China dan masyarakat Tionghoa, salah satunya adalah kepercayaan jika seseorang meninggal saat tetap lajang, maka dia bakal kesenyapan di alam baka dan arwahnya tidak tenang.
Keyakinan tersebut kemudian berkembang dan membikin masyarakat Cina cemas roh orang nan sudah tiada itu bakal menyebabkan masalah bagi nan tetap hidup, seperti membikin sakit, sehingga perlu diselamatkan melalui ritual adat.
Mereka nan meninggal saat tetap lajang juga dinilai belum sepenuhnya merasakan kemanusiaan, nan menyebabkan ketidakseimbangan yin nan alami. Roh-roh seperti itu penuh dengan kebencian, tidak punya tempat untuk pergi, dan menjadi akibat bagi family mereka.
Sehingga, para tetua China meyakini jika meninggal sebelum keinginannya terpenuhi, seperti menikah, arwah tersebut tidak bisa beristirahat dengan tenang dan bakal menghantui family nan tetap hidup.
Namun, seperti diberitakan SCMP, pernikahan arwah juga bisa disebabkan pengaruh sistem patriarki antik China, nan memandang pernikahan sebagai perihal nan krusial untuk kelanjutan garis keturunan keluarga.
Lanjut ke sebelah...