ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS ditangkap polisi pada Jumat, 9 Mei 2025, lantaran mengunggah meme Pesiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Prabowo Subianto.
Meme tersebut merupakan hasil rekayasa gambar dan diduga melanggar Undang-Undang ITE. Penangkapan ini menimbulkan perdebatan publik mengenai kebebasan berekspresi dan penerapan UU ITE. Mahasiswi tersebut berasal dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB.
Pasal nan diduga dilanggar adalah Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 UU ITE. Polisi tengah menyelidiki motif pembuatan meme tersebut.
Orang tua SSS telah mendatangi ITB dan menyampaikan permintaan maaf. Amnesty International Indonesia mengecam penangkapan ini, menyatakan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai keributan di media sosial.
Kasus ini menyoroti dilema antara kebebasan berekspresi dan batas norma di bumi digital. Di satu sisi, masyarakat mempunyai kewenangan untuk berekspresi, namun di sisi lain, unggahan di media sosial juga kudu bertanggung jawab dan tidak melanggar hukum. Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya bijak dalam menggunakan media sosial.
Tanggapan ITB dan Imbauan Bijak Bermedia Sosial
Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan telah berkoordinasi intensif dengan beragam pihak mengenai penangkapan mahasiswinya. Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, Nurlaela Arief, menyampaikan bahwa ITB telah bekerja sama dengan abdi negara kepolisian dan Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM). Pihak kampus juga memastikan tetap memberikan pendampingan kepada mahasiswi tersebut.
“Pihak kampus tetap memberikan pendampingan bagi mahasiswi,” ujar Nurlaela seperti dikutip dari Antara.
Orang tua mahasiswi juga telah datang ke ITB untuk menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada pihak universitas.
“Pihak orang tua dari mahasiswi sudah datang ke ITB dan menyatakan permintaan maaf,” ungkap Nurlaela.
ITB menegaskan komitmennya untuk menjunjung tinggi nilai-nilai akademik, kebebasan berekspresi nan bertanggung jawab, serta proses norma nan adil.
Sebagai corak tanggung jawab sosial dan edukasi, ITB mengimbau seluruh sivitas akademika untuk bijak dalam menggunakan media sosial dan mengedepankan etika, terutama di ruang publik digital.
Kampus menyadari pentingnya literasi digital dan peran media sosial dalam kehidupan saat ini, namun juga menekankan pentingnya tanggung jawab dalam setiap unggahan.
Konteks Kasus dan Perdebatan Publik
Kasus ini memicu perdebatan publik tentang kebebasan berekspresi dan batas norma di era digital. Banyak pihak mempertanyakan apakah unggahan meme tersebut betul-betul termasuk penghinaan dan layak dipidana. Ada nan beranggapan bahwa penangkapan tersebut terlalu berlebihan dan membatasi kebebasan berekspresi, sementara nan lain beranggapan bahwa setiap unggahan di media sosial kudu bertanggung jawab dan tidak boleh melanggar hukum.
Amnesty International Indonesia, misalnya, mengecam penangkapan tersebut dengan argumen bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan tersebut menyatakan keributan di media sosial tidak termasuk tindak pidana. Perdebatan ini menunjukkan kompleksitas persoalan norma dan kebebasan berekspresi di bumi digital nan terus berkembang.
Kasus ini juga menjadi sorotan lantaran melibatkan mahasiswi dari sebuah universitas ternama. ITB sebagai lembaga pendidikan tinggi diharapkan dapat menjadi contoh dalam memberikan edukasi dan pemahaman mengenai penggunaan media sosial nan bertanggung jawab. Peristiwa ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih bijak dan bertanggung jawab dalam bermedia sosial.