Macet Horor Di Pelabuhan Ketapang, Pengusaha Sampaikan 4 Poin Penting Ini

Sedang Trending 7 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Pengusaha pikulan menyoroti kemacetan seram nan melanda area Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, dalam beberapa hari terakhir. Kondisi ini dinilai menimbulkan akibat besar dari sisi ekonomi maupun sosial.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo menilai, kondisi tersebut menimbulkan akibat nan besar, baik secara ekonomi maupun sosial.

"Kejadian ini telah menimbulkan akibat besar, baik secara ekonomi maupun sosial, khususnya terhadap kelancaran arus peralatan dan mobilitas masyarakat antara Jawa dan Bali," kata Khoiri, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (18/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Khoiri menyesalkan terjadinya antrean kendaraan pada ruas jalan menuju Pelabuhan ASDP Ketapang. Menurutnya, antrean tersebut tidak terlepas dari berkurangnya jumlah kapal nan melayani lintas penyeberangan Ketapang-Gilimanuk

Kondisi ini terjadi setelah 15 unit Kapal Motor Penyeberangan (KMP) hasil modifikasi dari kapal Landing Craft Transport (LCT) nan ditunda keberangkatannya. Penundaan keberangkatan ini dikarenakan adanya hasil uji petik mendadak oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) dan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).

Atas kondisi penundaan keberangkatan 15 unit kapal tersebut, Gapasdap menyatakan sejumlah point krusial agar publik dan semua pihak mendapatkan gambaran nan menyeluruh dan adil.

Pertama, kondisi riil dermaga LCM di Ketapang tetap sangat terbatas dan tidak layak. Kapal-kapal nan beraksi selama ini telah menyesuaikan dengan kondisi dermaga nan tersedia, ialah dermaga plengsengan alias LCM nan secara teknis tidak layak disandari oleh kapal KMP murni.

Oleh lantaran itu, modifikasi kapal LCT menjadi KMP adalah upaya adaptif nan dilakukan secara bertanggung jawab, dengan pertimbangan keselamatan, efisiensi, dan urgensi pelayanan publik di lintasan tersibuk di Indonesia ini.

Kedua, modifikasi kapal LCT dilakukan sesuai dengan prosedur dan disetujui oleh otoritas berwenang. Semua kapal nan dimaksud telah disurvei, dihitung stabilitasnya, dilengkapi persyaratan teknis dan nautis, serta memperoleh sertifikat kesempurnaan dari pihak berwenang, termasuk BKI dan Ditjen Perhubungan Laut.

Proses modifikasi bukan dilakukan sembarangan, tetapi justru melalui standar teknis nan ketat dan audit dari lembaga terkait.

Ketiga, setiap hari kapal sebelum berlayar wajib mengantongi Surat Persetujuan Berlayar (SPB) nan hanya dapat diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan aspek teknis dan keselamatan. Dengan kata lain, kapal-kapal tersebut tidak bisa beraksi tanpa melalui pengawasan dan izin resmi dari KSOP sebagai otoritas keselamatan pelayaran di pelabuhan.

Keempat, perlu perspektif menyeluruh dalam penanganan masalah keselamatan pelayaran. Dalam perihal ini, Gapasdap menilai bahwa keselamatan pelayaran adalah tanggung jawab berbareng antara semua stakeholder antara lain regulator (KSOP, Kemenhub), operator kapal, penyedia pelabuhan, badan klasifikasi, hingga pengguna jasa.

"Namun sangat disayangkan, setiap kali terjadi insiden, tanggung jawab seolah hanya dibebankan kepada operator dan kapalnya saja, tanpa memandang secara utuh kondisi infrastruktur, sistem pengawasan, dan kontribusi pihak lain," kata Khoiri.

Menurut dia, keputusan pelarangan mendadak tanpa transisi dan komunikasi nan memadai justru menciptakan akibat domino nan besar, berupa kemacetan parah, terhambatnya pengedaran logistik nasional, dan kerugian ekonomi nan tidak kecil.

"Kami menghormati pentingnya peningkatan keselamatan pelayaran, namun kami juga menekankan perlunya pendekatan komprehensif, proporsional, dan tidak reaktif, serta melibatkan perbincangan dengan seluruh pelaku upaya dan pemangku kepentingan di lapangan," ujar Khoiri.

Khoiri juga menekankan, Gapasdap siap bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan, BKI, dan KSOP untuk merumuskan solusi jangka pendek dan jangka panjang, termasuk penyesuaian kreasi dermaga agar kapal-kapal nan sepenuhnya sesuai standar teknis bisa segera beroperasi.

(shc/rrd)

Selengkapnya