ARTICLE AD BOX
detikai.com, Jakarta - Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor, Dendy Zuhairil Finsa, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan audit forensik terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) pasca putusan pailit. Audit ini dinilai krusial untuk menelusuri kemungkinan pengalihan aset secara terlarangan nan merugikan negara.
“Kasus ini mencerminkan titik lemah sistem norma dan izin korporasi di Indonesia,” ujar Dendy dalam wawancara di Jakarta, Ahad (15/6/2025).
Menurutnya, meski status pailit membebaskan Sritex dari tanggungjawab bayar utang, kekayaan pribadi pemilik perusahaan tetap kudu ditelusuri, terutama jika terbukti terjadi penyalahgunaan aset alias tindak pidana korupsi.
Dendy menyoroti potensi penyalahgunaan corak badan norma oleh pengendali perusahaan untuk menghindari tanggung jawab. Ia menekankan perlunya pendekatan norma piercing the corporate veil untuk menembus perlindungan norma perseroan terbatas dan menjerat para pemilik secara pribadi.
“Walaupun Sritex adalah perseroan terbatas, jika terbukti para pengendalinya menggunakan perusahaan untuk memperkaya diri secara melawan hukum, maka aset pribadi mereka bisa disita,” jelasnya.
Ia menambahkan, jika audit forensik menemukan bukti korupsi nan merugikan finansial negara, Kejagung dapat menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai dasar hukum.
Selain itu, Dendy menyebut Pasal 18 UU Tipikor memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk menyita alias merampas aset hasil korupsi, termasuk nan telah disamarkan alias dialihkan ke pihak lain.
“Kejaksaan perlu dan sangat patut mengejar aset pribadi ketua Sritex jika terbukti ada korupsi alias penyalahgunaan kewenangan guna mengembalikan kerugian finansial negara,” tegasnya.
Kabar tidak menggembirakan datang dari sektor manufaktur. Produsen tekstil dan produk tekstil, PT Sri Rejeki Isman (Sritex) akhirnya diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang.